ads header

Postingan Terbaru

Ekonomi Umat Berbasis Ukhuwah

Dari Umat, oleh Umat, untuk Umat, Kembali kepada Umat

Kegiatan ekonomi menjadi salah satu pilar kehidupan manusia. Di dalamnya terdapat tiga unsur yaitu penciptaan atau pengadaan berbagai kebutuhan barang dan jasa (produksi), penyebaran barang dan jasa (distribusi: jual-beli), dan pemanfaatan barang dan jasa (konsumsi). Ketiga unsur tersebut terintegrasi (tersatupadu) dalam kegiatan ekonomi. Artinya, ekonomi itu terdiri dari tiga hal, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi.

Jika ketiga unsur ekonomi itu tidak ada, maka kehidupan manusia akan mengalami kelabilan yang bisa saja berujung dengan kemudharatan. Misalnya saja, Anda butuh akan pakaian tetapi tidak ada yang mengadakannya sehingga pakaian itu menjadi tidak ada. Maka, meski uang Anda melimpah ruah, Anda tidak bisa memakai pakaian. Wong pakaiannya kan tidak ada? Betul kan? Pun dengan makanan, minuman, jasa atau kebutuhan-kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kehidupan, maka kegiatan ekonomi hendaknya bisa dipelihara agar stabil.

Apa itu Ekonomi Umat?
1. Definisi Ekonomi
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata oikos yang berarti “keluarga” atau “rumah tangga” dan nomos yang berarti “peraturan” atau “hukum”. Jadi, secara bahasa ekonomi berarti aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga.

Adapun definisi ekonomi secara istilah, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) adalah  ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti halnya keuangan, perindustrian, dan perdagangan.

2. Definisi Umat
Dalam KBBI, umat diartikan ke dalam dua hal, yaitu (1) para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama; penganut nabi; (2) makhluk manusia.

Sedangkan dalam  kamus-kamus bahasa Arab, umat (adaptasian dari kata ummah) diartikan ke dalam berbagai kata. Misalnya yang diungkapkan oleh Ibnu al-Anbariy dalam kitabnya “Az-Zāhir fi Ma’āniy Kalimātin-Nās” bahwa definisi umat mencakup delapan makna, tiga diantaranya adalah al-jamā’ah (sekumpulan), az-zamān (waktu), dan ad-dīn (agama).

M. Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasan Al-Quran, menyebutkan bahwa kata umat terambil dari kata أَمَّ - يُؤُمُّ (amma – ya`ummu) yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani. Dari akar kata yang sama muncul kata ummu (ibu) dan imam (pemimpin). Jika difalsafahkan, ibu dan pemimpin merupakan teladan dan tumpuan.

Namun, dari berbagai definisi umat rupanya definisi yang disampaikan ar-Raghib al-Ashfahani dapat dipertanggungjawabkan. Beliau mengatakan bahwa umat itu merupakan semua kelompok yang dihimpun oleh sesuatu, seperti agama, waktu atau tempat yang sama, baik perhimpunannya secara terpaksa ataupun atas inisiatif sendiri.

Jadi, secara tegas umat adalah sekumpulan orang yang terhimpun dalam suatu ikatan.

3. Definisi Ekonomi Umat
Berdasarkan definisi ekonomi dan umat sebagaimana di muka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ekonomi Umat merupakan kegiatan ekonomi yang tercakup di dalamnya kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi yang terjadi di dalam kehidupan umat (baca: Umat Islam).

Ekonomi Berbasis Ukhuwah
Sebelumnya, mari kita pahami maksud ayat berikut:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُواْ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُواْ اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Maka, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 10).

Ukhuwah atau dalam bahasa Indonesia disebut persaudaraan merupakan salah satu sumber penghasil rahmat. Lihat saja di akhir ayat tersebut ada kalimat la’allakum turhamūn, supaya kalian dirahmati. Sedangkan rahmat itu esensinya adalah “kemudahan dalam kebaikan”. Orang yang mendapat rahmat akan mudah shalat berjama’ah, orang yang diberi rahmat akan mudah bangun malam untuk qiyāmullail, orang yang dirahmati akan mudah menjalankan aturan agama, dan orang yang beroleh rahmat akan mudah masuk surga. Oleh karena itu, jika kita ingin memeroleh rahmat, memelihara persaudaraan merupakan suatu hal yang niscaya. Yang pasti adalah persaudaraan yang dibangun di atas keislaman dan keiamanan (ukhuwah islamiyah-ukhuwah imaniyah).

Sekali lagi, karena persaudaraan merupakan salah satu penghasil rahmat, maka selayaknya kita menjaga persaudaraan agar terjalin baik. Termasuk ke dalam hal ini adalah persaudaraan dalam bidang ekonomi.

Kembali ke permasalahn Ekonomi Umat. Ekonomi Umat itu berbasis ukhuwwah (persaudaraan) . Maksudnya, salah satu dasar kegiatan ekonomi yang berjalan di tengah-tengah umat mesti mengedepankan prinsip-prinsip ukhuwwah. Ukhuwah dalam ekonomi ini bisa diwujudkan dengan kerjasama dalam setiap unsur ekonomi.

Kita buat contoh sederhana. Si A mengadakan beras dan kebutuhan pokok lainnya. Maka, umat yang membutuhkan beras dan kebutuhan pokok lainnya membeli dari Si A. Misalnya juga, Si B adalah seorang penyedia jasa (pembuat pakaian, penyedia alat transportasi, jasa printing undangan, kartu, brosur; dll.), maka umat yang memerlukan pelayanan jasa dalam hal tersebut akan menggunakan jasa Si B tidak ke yang lain walaupun harganya bersahabat. Ini demi pembangunan dan pengembangan ekonomi umat.

Contoh lain, misalnya si C memiliki perusahaan dagang. Nah, karyawannya diutamakan diserap dari umat.  Kemudian umat berbelanja ke perusahaan dagang si C ini. Di samping itu, si C pun berkewajiban untuk menunaikan zakat, infaq, dan shadaqah ke Lembaga Amil Zakat miliki umat yang pada akhirnya materi (baca: uang) akan tersalurkan kembali kepada umat. Sehingga, ekonomi umat akan terus berjalan stabil dengan indikasi cashflow (perputaran uang) stabil di umat. Demikianlah gambaran sederhana basis ukhuwah dalam ekomomi umat.

Bisa dan mungkinkah hal ini tercapai? Insya Allah, selama memiliki cita-cita yang luhur demi kebaikan diri dan umat, kenapa tidak?

Unit Usaha Umat
Sebagai penyokong dakwah dan pendidikan, keberadaan materi (baca: uang) sangatlah penting. Oleh karena itu, umat niscaya memerlukan unit-unit usaha yang hasilnya akan menjadi sumber dana untuk perjuangan dakwah dan pendidikan. Plus, bisa juga sebagai dana talang bagi umat yang membutuhkan.

Kita buat sebuah swalayan atau mini market, misalnya. Umat yang memiliki keahlian di bidang produksi makanan, minuman, pakaian, atau apa saja, bisa ikut memasarkan hasil produksinya di swalayan atau mini market milik umat di samping sebagai pasar bagi produsen nasional. Lalu, umat berbelanja di sana. Maka, akan terjadi perekonomian umat yang insya Allah selain stabil juga barakah.

Selain itu, keberadaan koperasi, Lembaga Amil Zakat, dan lembaga keuangan lain yang dibangun di tengah-tengah umat insya Allah akan menjadi “donatur tetap” perjuangan. Namun, tetap saja keberadaannya tergantung artisipasi umat itu sendiri. ketika perekonomian umat baik dan kesadaran akan ZIS juga baik, maka secara otomatis koperasi dan Lembaga Amil Zakat milik umat akan berperan sesuai tugas dan fungsinya, yakni stabilisator (penyeimbang) kehidupan ekonomi umat. Kenapa? Ya, jelas bahwa dana yang terkumpul tidak akan dibiarkan awet terkunci di dalam pundi melainkan akan segera disalurkan dengan semestinya.

Ada sebuah toko herbal di salah satu pesantren. Selidik punya selidik, hasil dari penjualan obat-obatan herbal, pakaian muslim-muslimah dan buku-kitab berkisar pada angka 15 juta per bulan. Menurut cerita yang terdengar, hasil ini sepenuhnya digunakan untuk dakwah dan pendidikan pesantren setelah dipotong honor karyawan. Belum lagi unit usaha lain yang dimiliki seperti perusahaan isi ulang air minum, toko busana, klinik, dll.. Jika dijumlah total mungkin saja sampai di angka 30 juta bahkan lebih.

Unit usaha milik umat seperti ini pun merupakan implementasi dari Ekonomi Umat Berbasis Ukhuwah. Dari umat, oleh umat, untuk umat dan kembali kepada umat. Pada akhirnya, terdapat dana talang bahkan dana utama yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan keajegan pendidikan dan dakwah serta sebagai “peraduan” bagi umat yang membutuhkan.


Kembali kita tanyakan, bisakah ini diaplikasikan? Jawabannya, selama cita-cita mulia masih kita miliki, maka kenapa tidak?

Oleh: Yusuf Awaludin | Buletin Tanwir 2012

No comments