ads header

Postingan Terbaru

Dua Mata Tak Tersentuh Neraka


“Dua mata yang selamanya tidak akan tersentuh neraka, yaitu (1) mata yang menangis karena takut kepada Allah dan (2) mata yang tertidur ketika berjaga di jalan Allah”
(H.R. Tirmidzi)

Ada makna yang berbeda dari dua kalimat ini: “masuk surga” dan “tidak masuk neraka”. Apa bedanya? Bedanya adalah “masuk surga” bisa saja sebelumnya ke neraka dulu, sebagaimana yang kita ketahui dalam hadits Rasulullah, sedangkan “tidak masuk neraka”, ini mutlak berarti masuk surga tanpa terjilat api neraka sedikit saja.

Nah, manakah yang kita inginkan? Tentunya, setiap kita pasti menghendaki agar Allah menempatkan kita di dalam surga tanpa harus tersentuh neraka. Lalu, bagaimanakah cara untuk menempuhnya?

Dalam kesempatan ini, kita akan membahas secara ringkas sebuah hadits yang memberikan informasi kepada kita bahwa ada dua mata (baca: orang) yang tidak akan disentuh oleh api neraka. Bukan sementara, tapi selamanya. neraka tidak akan menjilat si “mata” tersebut.
       Mari kita mulai....

Dua Mata Tak Tersentuh Neraka
Rasulullah saw. bersabda:
عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ أَبَداً: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ، وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Ada dua mata yang selamanya tidak akan tersentuh neraka, yaitu (1) mata yang menangis karena takut kepada Allah dan (2) mata yang tertidur ketika berjaga di jalan Allah” (H.R. Tirmidzi)

Kita mendapatkan ilmu dari hadits tersebut bahwa dua mata yang tidak akan disentuh api neraka selamanya adalah mata (baca: seseorang) yang menangis karena takut kepada Allah dan mata (baca: seseorang) yang tertidur ketika sedang berjaga di jalan Allah.

1. Menangis karena Takut kepada Allah
Menangis itu normal dan fitrah. Bayi saja, hal pertama yang ia lakukan adalah menangis. Jika ada bayi begitu keluar dari perut ibunya malah tertawa hahaha, akan diangap aneh. Atau, bayi tersebut diam tak bergeming, bu bidan terkadang mencubit-cubit atau memukul-mukul ringan pantat sang bayi agar menangis. Maka, menangis itu bisa menjadi hal penting bagi si bayi. Kenapa? Karena, tangisan bayi pertanda jantung dan paru-parunya berfungsi dengan baik dan pertanda berfungsinya kemampuan sensoris bayi.

Pun bagi orang dewasa. Menangis merupakan kegiatan sarat manfaat. Hm, kok bisa begitu ya? Bisa, bapak, ibu dan rekan-rekan sekalian. Pastinya, menangis yang kaya manfaat itu bukanlah menangis untuk hal-hal yang mubah, makruh atau dilarang. Menangis yang kaya faedah itu adalah menangis karena ingat kepada Allah (dzikrullāh). Menangis menyesali dosa dan kesalahan yang dilakukan, kemudian diazamkan tidak akan ada lagi kesalahan dalam hidup. Bahasa lempeng-nya adalah tobat.

Menangis dalam hal ini disimpulkan dengan satu kalimat global: menangis karena takut kepada Allah.

Pertanyaannya adalah, kenapa hanya gara-gara takut kepada Allah orang bisa menangis? Saya kira menangisnya orang karena takut kepada Allah adalah menangis yang didasari oleh ilmu. Sedangkan ilmu itu akan menghadirkan kesadaran diri. Dan, kesadaran diri selalu mendorong agar kita senantiasa berada pada “rel” yang benar. Namun, tetap saja setan keukeuh mengganggu “lalu lintas” perjalan di atas “rel” tersebut. Sehingga, banyak manusia yang terlena dengan urusan dunia, tergoda oleh setan la’natullāh ‘alaih. Sehingga, ia out of track.

Nah, dengan kesadaran diri yang benar, seseorang akan menyadari bahwa jika ia berbuat suatu kesalahan sekecil apapun, kesalahan tersebut akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah swt.. Artinya, dosa itu ya balasannya adalah adzab. Yang berdosa, ya pasti akan diadzab oleh Allah, sekecil apapun dosanya. Tentunya jika dosanya tidak ditobati dengan tobat yang benar (taubatan nasūha). Ini tidak diinginkan.

Makanya, hukum kausalitas (sebab-akibat) inilah yang membuat orang menangis ketika menyadari dirinya berbuat dosa dan maksiat. Takut perbuatannya dibalas dengan keburukan oleh Allah. Makanya, setiap kali ingat dosa, ia menangis lalu bertobat dan menebusnya dengan amalan-amalan yang saleh.

Sebab Menangis
Sejatinya, menangis itu ada dua hal yang meyebabkannya. Pertama, peristiwa yang menyedihkan seperti menangisnya Rasulullah ketika ditinggal wafat oleh Siti Khadijah dan Abu Thalib pada satu tahun yang dikenal ‘Amul Huzni, tahun duka cita. Tepatnya tiga tahun sebelum Rasulullah hirah ke Madinah (tahun 10 Kenabian).

Kedua, peristiwa yang membahagiakan. Seorang ibu menangis ketika melihat anaknya yang masih kecil telah mampu menjalankan shalat dengan tata cara yang benar sesuai teladan Rasulullah. Seorang ustadz bererita tentang pengalaman ibadah hajinya. Begitu ia sampai di Babus Salam (pintu masuk ke Baitullah), menginjakkan kaki untik pertama kalinya di Masjidil Haram, kemudian ia menyaksikan Ka’bah; berderailah air mata membasahi pipi. Katanya, ia teringat pelajaran tentang sejarah Ka’bah dan usaha-usaha kaum kafirin untuk menghancurkannya. Saat itu, ia tengah berada di tengah-tengah jejak sejarah Islam. Ini adalah menangis karena bahagia.

Kira-kira, menurut Anda, menangis karena takut kepada Allah itu, menangis karena sedih atau karena bahagia? Yang pasti adalah, menangis takut kepada Allah itu adalah menangis karena ilmu. Tahu dan paham bahwa segala hal itu akan dihisab oleh Allah, sekecil apapun. Maka, sebagai bentuk penyesalannya, menangis ketika meminta ampun merupakan sikap elegan seorang hamba yang telah berdosa.

Ada hal menarik tentang menangis karena bahagia dan sedih. Seorang ulama mengatakan:
وَلَدَتْكَ أُمُّكَ وَ أَنْتَ تَبْكِى
وَ النَّاسُ مِنْ حَوْلِكَ يَضْحَكُوْنَ
فَاعْمَلِ الْخَيْرَ فِى دُنْيَاكَ حَتَّى تَمُوْتَ ضَاحِكًا
وَالنَّاسُ مِنْ حَوْلِكَ يَبْكُوْنَ      
Ketika ibumu melahirkanmu, engkau menangis
Sedangkan orang-orang di sekitarmu tertawa bahagia
Maka, perbuatlah kebaikan di duniamu sampai engkau meninggal kelak dengan tertawa bahagia!
Sedangkan orang-orang di sekitarmu menangis tersedih.

2. Tertidur ketika Berjaga di Jalan Allah
Sebab kedua bahwa mata tidak akan tersentuh neraka adalah mata yang tertidur ketika berjaga di jalan Allah. Maksudnya adalah berjaga-jaga di perbatasan perang di malam hingga matanya tertidur.

Bagaimana jika tertidur ketika berjaga di dalam masjid? Maksudnya ketika pengajian atau Shalat Jumat? Wah, ini bukan bagian sebagaimana yang dimaksud hadits. Tertidur ketika pengajian atau Shalat Jumat bukanlah suatu hal baik. Justru tertidur ketika muballigh sedang berkhutbnah akan berakibat fatal. Fatalnya adalah ilmu yang disampaikan tidak dapat masuk ke dalam hati melalui telinga. Jangankan yang tertidur, yang tidak tidur saja masih berbeda penerimaannya terhadap ilmu yang disampaikan muballigh. Entah karena kurang paham, entah karena melamun, atau hal lain.

Oleh karena itu, demi illmu yang bermanfaat yang bias menghasilkan kebaikan, seyogyanya mustami’īn (pendengar) memelekkan matanya ketika khathib berkhutbah sengantuk apapun. Jika memang tidak kuat, padahal mata dikuat-kuatakan agar tidak tidur, tapi kemudian tertidur dengan tidak sengaja, ini mungkin hal lain. Dan, secara esensi mungkin bias tergolong kepada kategori kedua sebagaimana hadits di muka.

Penutup
Siapa yang ingin disentuh neraka? Tidak akan ada. Jika begitu, berarti kita harus mengupayakan agar diri kita tidak menjadi kayu bakar neraka.

Nah, sebagaimana telah dijelaskan, ada dua upaya agar kita tidak disentuh neraka sedikitpun. Pertama, menangis karena takut kepada Allah. Kedua, tertidur ketika berjaga-jaga di jalan Allah, setelah tidak kuasa menahan kantuk berat.
       Semoga kita termask ke dalam golongan orang yang tidak pernah disentuh oleh api neraka sedikitpun. Sehingga, keselamatan dan kebahagiaan sejati diraih sempurna kekal nan abadi.

       Wallahu a’lam.

Oleh: Yusuf Awaludin | Buletin Tanwir 2012

No comments