ads header

Postingan Terbaru

Belajar Menumbuhkan Kasih Sayang

Like two sides of a coin (bagai dua sisi mata uang), itulah ungkapan untuk dua kata, Kasih dan Sayang. Hal ini mengandung arti bahwa Kasih dan Sayang tidak bisa dipisahkan, satu sama lain saling menyempurnakan. Bahkan kasih sayang harus ditanamkan setiap waktu, setiap person/diri pribadi yang tak terbatas ruang dan waktu.

Salah satu potensi manusia yang Allah berikan adalah memiliki sifat kasih dan sayang. Rasa kasih dan sayang ini pun termasuk di antara sifat/asma Allah (al-Asma al-Husna). Rahman dan Rahim. Dengan kata lain, ketika manusia bisa mengaktualisasikan rasa kasih dan sayangnya, pada hakikatnya ia sudah mengaktualisasikan sifat Allah. Potensi rasa itulah yang bisa mengekspresikan rasa kasih dan sayang.

Seorang ayah atau ibu akan senantiasa mencurahkan kasih sayangnya kepada anak yang mereka cintai secara alami tanpa didorong oleh pretensi apapun. Bahkan induk ayampun akan melindungi anak-anaknya secara alami karena ‘kasih sayang’ yang dimilikinya.

Rasa kasih dan sayang muncul dari dalam manusia bersumber dari hati dan hati itu sendiri memiliki kecenderungan potensi naik turun (fluktuatif). Karena itu perlu perawatan (maintenance) yang rutin dan baik untuk menjaga kualitas kasih sayang ini mutlak diperlukan. Sebagai bahan pengetahuan, ada beberapa kiat untuk menumbuhkan kasih sayang yang kita miliki, di antaranya:

Ikhbaru Hubbah (melihat atau memberitakan sisi positif dari seseorang)
Seorang shaleh, Lukmanul Hakim pernah mengatakan kepada anaknya;” ananda, lupakanlah kebaikanmu pada orang lain dan lupakanlah kejelekan orang lain kepadamu.”
Senantiasa mengedapankan sikap berbaik sangka (husnudzan) pada orang lain akan berbalik pada diri kita sendiri. Ketika selalu melihat sisi positif atau kebaikan orang lain maka yang akan muncul dari diri kita adalah rasa kasih dan sayang antar sesama, begitupun sebaliknya.

       Al-Du’a fi al-Dhuhri wa al-Ghaib (mendo’akan orang lain di waktu ada ataupun tidak)
Mendo’akan orang lain tidak perlu diketahui oleh yang bersangkutannya. Hakikatnya itulah makna keikhlasan dalam berdo’a. Seorang anak yang shaleh akan senantiasa mendo’akan orang tuanya walaupun mereka sudah tiada dan itu termasuk pada kategori jariyah. Dua sahabat yang baik akan selalu saling mendo’akan satu sama lain tanpa harus memberitahukan bahwa ia mendoakan saudaranya.

Rasul SAW bersabda dalam sebuah haditsnya, ”sebaik-baik do’a seseorang adalah mendo’akan orang lain yang tidak mengetahui bahwa ia dido’akan.”
        
         Abghathul wajhi (memberikan senyum kegembiraan)
Ekspresi wajah seseorang akan mengindikasikan isi hati orang tersebut. Saling memberikan senyum kegemberiaan ketika bertemu/bersua akan mempererat rasa kasih sayang sesama manusia. Respon positif berupa senyum kegembiraan akan dinilai lebih berharga daripada hanya sekedar materi semata. Satu contoh petugas resepsionis yang baik akan memberikan kesan pada konsumennya manakala ia selalu memberi senyum persahabatan/kegembiraan.

Rasul SAW bahkan menegaskan bahwa “senyumanmu pada saudaramu adalah termasuk shadaqah.”

        Al-Mushafahah (bersalaman ketika bertemu)
Secara psikologis, bersalaman tangan dengan lawan bicara akan mempererat ikatan batin. Eratnya bersalaman akan memberikan kesan tersendiri bagi orang yang melakukannya. Beda dengan orang yang bersalaman dengan asal-asalan, tidak ada kontak mata, dan sebagainya. Hal ini tentu berbeda dalam koridor syari’ah Islam yang sudah diatur secara tegas larangan bersalaman antar lawan jenis yang bukan mahram. Bahkan Rasul SAW sampai mengatakan,”ketika dua orang bersalaman, maka dosa keduanya akan bercucuran dari tangannya.”

         Ziyarah (saling mengunjungi/shilaturahim)
Intensitas berkunjung antar sesama manusia akan mempengaruhi nilai kasih sayang yang terjadi. Semakin sering berkunjung, akan semakin mengetahui kondisi seseorang dan semakin memupuk rasa kasih dan sayang antar sesama. Do’a yang keluar dari lisan kedua orang yang saking berkunjung pun akan saling tersampaikan. Rasul SAW memberikan motivasi,”jika ingin panjang umur dan banyak rezeki, maka saling berkunjunglah.”
         
         Tahni-ah (menyampaikan ucapan selamat)
Saling memberikan ucapan selamat (congratulation) kepada saudara kita yang mendapatkan kebahagiaan, kesenangan, prestasi, kebahagiaan dan sebagainya bisa menumbuhkan rasa kasih sayang tersendiri. Sejatinya manusia itu memiliki kebutuhan terhadap penghargaan atau pengakuan. Berikanlah penghargaan atau ucapan selamat sekecil apapun untuk menambah rasa kasih sayang. Bahkan Allah SWT menyuruh kita “jika kamu diberi penghargaan, maka balaslah dengan yang lebih baik atau yang semisalnya.”

        Ihtimam (ada perhatian/kepedulian)
Perhatian atau kepedulian antar sesama bisa membuktikan rasa kasih dan sayang yang ada. Dari hal tersebut, muncullah sikap simpati, empati, dan sebagainya. Perhatian atau kepedulian sekecil apapun yang diberikan adalah bentuk nyata ekspresi hati manusia. Rasul SAW menegaskan,”barang siapa yang tidak peduli dengan urusan kaum  muslim yang laibn, maka ia bukan dari golongan mereka.”

        Melaksanakan hak-hak sesama muslim
Dalam keterangan sebuah hadits disebutkan bahwa hak antar sesama muslim setidaknya ada enam hal; saling mengucapkan salam, saling memberi nasihat, saling menengok, saling mendoakan yang bersin, saling menepati undangan, dan meziarahai orang yang meninggal.

        Tahaadii (saling memberi hadiah)
Saling memberi hadiah termasuk pada kategori shadaqah apalagi disertai pada momen-momen tertentu. Hakikatnya bukan hadiah berupa fisik/materi yang diberikan tapi rasa perhatian yang ada dari si pemberi. Seorang ibu yang memberikan hadiah buat anaknya karena prestasi, maka sebenarnya bukan materi semata yang ia berikan, lebih dari itu adalah rasa sayangnya kepada anak tersebut. Motivasi tersebut diberikan oleh Rasul SAW dalam sebuah haditsnya,”saling memberi hadiahlah, niscaya kalian akan saling mencinta.”

       Pada akhirnya kita ingat hadits qudsi, ”Irhamuu man fil ardh, yarhamkum man fissamaa-I” (sayangilah makhluk yang ada di bumi, niscaya akan menyayangimu Dzat yang ada di langit).


      Jadi, jelas dan tuntas bahwa kasih sayang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, apalagi dengan acara valentine day yang sangat jauh dari tauladan Rasulullah. Saat inilah waktu untuk berinstropeksi diri, renovasi sikap, dan mewujudkan sistem akhlak yang mengerucut pada predikat keshalihan sosial (kolektif/jama’i). Insyaallah… 

Oleh: Fauzi Rahmanul Hakim | Pebruari 2012

No comments