Muhammadiyah: Kasus Ahok, Hukum dan Politik Harus Transparan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan, Muhammadiyah tidak akan ambil bagian dalam aksi damai 21 Februari 2017 besok atau 212, yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ditahan dan dicopot dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menurut
Haedar, Aksi 212 yang digagas Forum Umat Islam (FUI) dengan isi tuntutan
mencopot Ahok ini sudah masuk ranah politik, di mana cara penyelesaiannya pun
harus dilakukan elit-elit politik.
“Jelas
kami tidak bisa masuk area ini, karena ini wilayah politik. Ini sudah menjadi
area pemerintah, DPR dan semua kekuatan politik,” kata Haedar Nashir saat
ditemui di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Senin 19 Februari 2017.
Bagi
Haedar, yang terpenting saat ini adalah bagaimana permasalahan bangsa ini
diselesaikan secara elegan sesuai koridor hukum yang berlaku. Karena sejak
awal, Muhammadiyah mendorong proses hukum kasus Ahok yang berkeadilan, dan
proses politik yang transparan.
“Jika
keduanya tidak muncul maka permasalah akan terus timbul,” ujar pria yang juga
Dosen UMY ini.
Dalam
Islam sendiri, lanjut Haedar, menekankan prinsip mencegah kedaruratan lebih
diutamakan ketimbang kemaslahatan. Termasuk dalam penegakan hukum kasus Ahok,
maupun penonaktifan atau tidak menonaktifkan Ahok dari jabatannya setelah cuti
kampanye.
“Jadi
pandai-pandailah dan cerdas-cerdaslah para elit negeri ini mencari solusi. Jika
tidak maka suasana akan terus meluas, melebar dan menjadi gelombang lebih masif
lagi,” ungkapnya.
Lebih
lanjut, Haedar mengaku tidak ingin bangsa ini terpuruk hanya gara-gara satu
kasus dan satu persoalan. Muhammadiyah berharap pemerintah, kekuatan politik
dan seluruh komponen bangsa menumbuhkan kebersamaan dan kepercayaan satu sama
lain, serta mencari jalan keluar dari setiap persoalan bangsa.
“Perjalanan
bangsa ini masih panjang dan jangan disandera oleh satu kasus, satu orang dan
kelompok orang yang bertarung dalam kasus ini,” terangnya.
source:
sigabah
No comments