BELAJAR DARI SEBATANG POHON
Dalam al-Quran Surat Ibrahim (14) ayat 24-25,
Allah menggambarkan karakter utama yang mesti dimiliki seorang muslim dengan
ilustrasi pohon yang baik.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا
كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي
السَّمَاءِ. تُؤْتِي أُكُلَهَا
كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ
لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu
memerhatikan bagaimana Allah membuat perumpamaan kalimat yang baik itu seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu
memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”.
Pertama-tama Allah melakukan hiwar
(dialog) yang diawali dengan istifham (pertanyaan) “Apakah kamu tidak
memperhatikan?”
Pertanyaan yang dikemukakan ini sifatnya
tuntutan bukan untuk dijawab (istifham inkari [repetisi]). Seperti
seorang guru, ketika melihat salah satu anak didiknya tidak bisa menjawab soal,
padahal materinya sudah dijelaskan dan anak yang lain pun terbukti bisa
menjawab. Kemudian guru tersebut bertanya, “Apakah kamu tidak memperhatikan apa
yang Bapak sampaikan tadi?”
Si anak tidak dituntut untuk menjawab, “Ya,
Pak. Saya tadi asyik menggambar.”
Tetapi, mesti merubah sikapnya menjadi lebih baik. Pun dengan ayat ini,
kita dituntut untuk men-tafakuri sesuatu yang disampaikan di dalamnya. Bukan untuk menjawab ya
atau tidak.
Setelah melontarkan pertanyaan pembuka, Allah
mengajukan pertanyaan lanjutan yang lebih berisi lagi. “Bagaimana Allah
membuat perumpamaan ‘kalimat yang baik’ itu seperti pohon yang baik, akarnya kokoh
(menancap ke tanah) dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb-nya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat?”
Al-Baghawiy
dalam tafsirnya berkomentar bahwa yang dimaksud kalimat yang baik adalah
kalimat Tauhid, lā ilāha illallāh (tiada tuhan yang hak diibadahi selain
Allah). Sedangkan pohon yang baik adalah pohon kurma, pohon yang
memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan buah yang bermanfaat. Al-Baghawiy melanjutkan, pohon tersebut memberi
manfaat dengan berbuah kulla hîn (tiap tahun), karena pohon kurma
berbuah setiap tahun.
Simpulannya,
tauhid seorang muslim hendaknya bagai pohon yang baik yang memiliki akar kuat,
batang kokoh dan menghasilkan buah yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
Pohon
yang baik ini adalah tipe pohon kelapa. Sebagaimana disebutkan bahwa dari mulai
akar, batang, daun, lidi, sampai buahnya, kelapa sarat manfaat.
Tafsir
Ilustrasi
Pribadi
muslim adalah pribadi yang memiliki ruang utama di dalam hati sebagai kediaman
bagi keyakinannya kepada Allah, Rabb, Ilah dan Dzat yang memiliki kesempurnaan
nama dan sifat. Tidak
ada yang lain di hatinya. Cinta sucinya hanyalah kepada Allah. Tujuan hidupnya
hanyalah menuju kasih sayang Allah. Kalaupun dia mencintai sesuatu, cintanya
itu selalu diniatkan agar mendapat curahan kasih sayang Allah. Cinta kepada
pasangan hidupnya adalah karena cinta kepada Sang Pemilik Cinta. Dia sadar
bahwa cinta kepada selain Allah yang tidak disandarkan kepada cinta-Nya, akan
mencelakakannya di dunia dan akhirat kelak.
Konsistensi muslim ini bisa kita pelajari dari ilustrasi pohon yang baik yang berakar kuat, bercabang kokoh, dan secara
berkala menghasilkan buah yang dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Ketika angin kencang menerpanya, ia tetap kokoh.
Ketika hujan menghujamnya ia tetap hebat tak tergoyahkan. Ketika kita
mendorongnya, ia tetap dahsyat dengan kekuatannya. Hal itu tiada lain karena
pohon tersebut memiliki “keyakinan” yang kuat mengakar di dalam tanah.
Muslim yang hebat adalah yang memiliki keimanan
kepada Allah yang menghujam kuat di dalam hatinya. Sehingga keimanannya tidak
bisa dibeli dengan materi, tidak dapat dirayu dengan harta, dan tidak akan
tergoyahkan meski seluruh isi dunia ditawarkan kepadanya. Ia tetap hanya
mengabdi pada Allah, kapanpun, di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun. Allah
oriented.
Selain memiliki “keyakinan” yang kuat pohon yang baik
memberi manfaat secara berkala. Seluruh tubuhnya sarat
manfaat.
Pribadi muslim adalah pribadi yang selalu menghadirkan
manfaat. Ath-Thabari mengutip komentar al-Ghaznawiy bahwa perumpamaan soerang
muslim itu bagaikan pohon kurma, jika kita bersahabat dengannya, ia akan
memberi manfaat, jika kita duduk di sampingnya, ia pun akan memberi manfaat,
dan jika kita bermusyawarah dengannya, ia akan senantiasa memberi manfaat.
Layaknya pohon kurma, segala sesuatunya dapat dimanfaatkan.
Gambrannya,
muslim yang baik itu ada badai
ataupun tidak, ia tetap teguh dengan pendiriannya sebagai seorang muslim. Ada
uang ataupun tidak, ia tetap mengabdi kepada Allah dengan hati yang ikhlas.
Dalam keadaan bagaimanapun, hanya Allah yang menjadi fokus hidupnya. Dunia ia
jadikan sebagai kereta menuju kampung halamannya. Akhlaknya mulia, perangainya
menyemai damai. Lisannya terjaga, farji-nya terpelihara, dan seluruh
raganya hanya ia arahkan kepada hal-hal yang bermanfaat. “Sebaik-baiknya
Islam seseorang adalah meninggalkan yang tidak bermanfaat” (H.R. Tirmidzi).
Reward
Multi
Bagi muslim yang kokoh Allah swt. telah
menyiapkan reward sebagaimana ayat berikut:
“Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:
"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih, dan gembirakanlah mereka
dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".” (Fushilat [41]: 30).
Jelas sekali, jannah adalah harga
tertinggi yang ditawarkan Allah kepada muslim yang kokoh keimannya, konsisten
dengan amalnya, dan berkesinambungan manfaatnya. Sebaliknya muslim yang tidak
konsisten dengan identitasnya, malah menjadi kafir dan tetap dengan
kekafirannya, Allah tidak akan memberikan magfirah kepadanya, dan tidak
akan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Ini adalah hukum kausalitas.
Siapa yang berbuat ia yang harus bertanggungjawab.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian
kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan
memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan
yang lurus.” (An-Nisa
[4]: 137).
Magfirah merupakan salah satu ganjaran terbaik yang
dibutuhkan setiap muslim sebagai pelebur dosa dan kesalahan. Tanpa magfirah,
hidup akan sengsara nan kekal di neraka. Ini akan dialami oleh setiap orang
yang tidak teguh di jalan haq, tidak kokoh di dalam keimanan, dan tidak
loyal terhadap syariat.
Oleh: Yusuf Awaludin
No comments