PRINSIP BERKOMUNIKASI
Ada
sebuah pepatah, “Lidah itu tidak bertulang, tetapi ia lebih tajam daripada
pedang”. Pepatah ini benar adanya. Terluka oleh lisan akan lebih sakit
dibanding terluka oleh pedang. Pasalnya, luka karena pedang banyak medical service
yang memungkinkan penyembuhan. Tetapi, luka karena lisan belum tentu ada
penawarnya, karena yang terluka bukanlah fisik melainkan batin.
Kata-kata yang keluar dari mulut kita tidak
selamanya kita rasa baik, terkadang
secara sengaja atau tidak menyayat hati pendengarnya. Jika hal tersebut
dibiarkan maka ucapan yang keluar dari mulut kita justru akan merugikan diri
kita sendiri. Sehingga, ahli ibadah divonis celaka oleh Rasulullah saw
gara-gara lisannya yang tidak terjaga. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
قِيْلَ لِرَسُوْلِ
اللهِ ص إِنَّ فُلَانَةَ تَصُوْمُ النَّهَارَ وَتَقُوْمُ اللَّيْلَ وَ هِيَ
سَيِّئَةُ الْخُلُقِ تُؤْذِى جِيْرَانَهَا بِلِسَانِهَا قَالَ لَا خَيْرَ فِيْهَا
هَيَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
Dikatakan kepada
Rasulullah saw., “Sesungguhnya si Fulanah shaum di siang hari dan tahajud di
malam hari. Namun akhlaknya buruk. Ia suka menyakiti hati tentangganya dengan
mulutnya”. Rasulullah bersabda, “Tidak ada kebaikan pada diri Fulanah itu. Ia
termasuk ahli neraka”. (H.R.
Ahmad).
Macam-macam Qaulan (perkataan)
Allah menciptakan manusia dengan
seindah-indahnya dan sesempurnanya dibandingkan makhluk yang lain. Keindahan
dan kesempurnaan manusia hendaknya diiringi dengan keindahan dan kesempurnaan
perangai. Salah satunya, manusia mesti mengindahkan dan menyempurnakan diri
dengan komunikasi yang baik –meskipun pada kenyataannya tidak ada manusia yang
sempurna–.
Untuk menyokong hal ini, Allah memberi
kelebihan kepada kita sebagai manusia supaya pandai berkomunikasi sebagaimana
dijelaskan dalam QS ar-Rahman ayat 4, “Allah mengajarkan manusia pandai
berbicara”. Ayat tersebut menyiratkan perintah supaya kita berkomunikasi
dengan baik.
Dalam al-Quran terdapat macam-macam qaulan
(perkataan), diantaranya:
1. Qaulan Karima
Dilihat dari segi bahasa, karima berasal
dari kata karuma yakrumu karman karimun yang bermakna mulia. Al-Quran
mengingatkan kita untuk menggunakan bahasa yang mulia, yakni perkataan yang
memuliakan dan memberi penghormatan kepada orang yang diajak bicara sebagaimana
dijelaskan dalam ayat berikut:
فَلَا تَقُلْ
لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“...
janganlah kamu mengatakan ‘ah’ kepada mereka (orang tua), jangan pula kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia!” (QS
al-Isra` [17]: 23).
2. Qaulan Ma’rufa
Ma’rufa identik dengan kata urf
atau budaya. Menurut M. Quraish Shihab, ma’ruf secara bahasa artinya
baik dan diterima oleh nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Qaulan ma’rufa
berarti perkataan yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di
masyarakat. Selain itu, qaulan ma’rufa berarti pula perkataan yang pantas
dengan latar belakang dan status seseorang. Seorang guru hendaknya berutur kata
yang santun karena memang pantasnya begitu. Pun dengan seorang da’i, muballigh,
petinggi ormas, dll. hendaknya berbicara dengan perkataan ma’ruf, karena
memang seperti itulah pantasnya.
Dalam al-Quran dijelaskan:
وَلَا تُؤْتُوا
السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا
وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu menyerahkan harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya (anak yatim) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan! berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada
mereka kata-kata yang baik!” (QS an-Nisa [4]: 5).
3. Qaulan Sadida
Sadida berarti jelas,
jernih, terang. Dalam al-Quran, konteks qaulan sadida diugkapkan pada
pembahasan mengenai wasiat (QS an-Nisa [4]: 9) dan tentang buhtan
(tuduhan tanpa bukti) yang dilakukan kaum Nabi Musa kepada Nabi Musa (QS
al-Ahzab [33]: 70).
Dari kedua konteks ayatnya, qaulan sadida
merupakan perkataan yang jelas, tidak meninggalkan keraguan, meyakinkan
pendengar, dan perkataan yang benar tidak mengada-ada (buhtan: tuduhan
tanpa bukti).
4. Qaulan Baligha
Terhadap kelompok oposisi atau kaum munafiq
kita diminta menggunakan bahasa yang komunikatif (qaulan baligha). Baligha
itu sendiri berarti sampai. Dalam konteks ayatnya (QS an-Nisa [4]: 63), qaulan
baligha dimaknai sebagai perkataan yang sampai dan meninggalkan bekas di
dalam jiwa seseorang.
Ini merupakan indikasi bahwa dakwah itu mesti
diupayakan. Salah satunya adalah dakwah dengan lisan (da’wah billisan).
Dan, kemestian dakwah dengan lisan ini tentunya bagi yang mumpuni dan
berkapasitas. Kecakapan dakwah yang perlu diasah adalah dalam penyampaian
verbal. Maka, kecakapan dalam qaulan baligha merupakan hal yang niscaya
bagi seorang da’i atau muballigh.
5. Qaulan Maysura
Maysura artinya mudah. Qaulan
maysura berarti perkataan yang mudah. Dalam konteks ayatnya (QS al-Isra`
[17]: 28), Imam al-Maraghi mengartikannya sebagai ucapan yang lunak dan baik
atau ucapan janji yang tidak mengecewakan. Sedangkan Imam Ibnu Katsir
menyebutkan makna qaulan maysura dengan perkataan yang pantas dan ucapan
janji yang menyenangkan. Kedua pendapat tersebut identik, yakni ucapan yang
keluar dari mulut kita hendaknya menyenangkan orang dan tidak mengecewakannya.
6. Qaulan Layyina
Secara bahasa layyina artinya lemah
lembut. Qaulan layyina bisa bermakna sebagai strategi dakwah. Pasalnya,
konteks qaulan layyina (QS Thaha [20]: 44) berbicara tentang dialog Nabi
Musa dengan Firaun.
Sebagai seseorang yang dibesarkan dan
disenangkan di istana Firaun, penguasa yang melabeli diri sebagai tuhan, Musa
harus berurusan dengan Firau sebagai objek dakwah tauhidnya. Berat rasanya bagi
Nabi Musa. Tetapi, ini adalah misi yang diembankan Allah. Maka, Allah menuntun
dan memotivasi agar Nabi Musa menggunakan qaulan layyina saat
menyampaikan dakwahnya. Ini dimaksudkan agar Firaun menjadi sadar dan takut,
meskipun pada kenyataannya Firaun marah besar dan berupaya untuk melenyapkan
Nabi Musa dan ajarannya.
Epilog
Dengan dilansirnya macam-macam qaulan
dalam al-Quran sebagaimana dijelaskan, menandakan bahwa masalah qaulan
yang lahir dari lisan begitu penting untuk dimanage dengan baik. Salah kata,
salah ucap, mengakibatkan bahaya yang besar. Jangan jauh-jauh, ketika nama Anda
adalah Cecep misalnya, kemudian orang menyebut Anda Cepot, perasaan Anda
mungkin akan tidak nyaman karena nama Anda bukanlah Cepot. Atau, Anda
mengatakan sesuatu yang benar tetapi cara Anda mengatakan sesuatu terkesan
arogan, maka hati si komunikas akan tersayat membekas luka oleh Anda.
Sekali lagi, mari menjaga lisan agar tidak
mengeluarkan kata-kata yang tidak baik, kata-kata kasar, kata-kata menyinggung,
kata-kata jorok, kata-kata tidak pantas, dan kata-kata negatif lainnya.
Rasulullah saw. menasehati:
إِحْفَظْ لِسَانَكَ
“Jagalah lidahmu!” (HR Ibnu Asakir).
Oleh: Yusuf awaludin
No comments