TRADISI PARA NABI; MEMBANGUN MASYARAKAT BERBASIS ILMU
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka (para
malaikat) berkata, apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan
berbuat kerusakan dan menumpahkan darah? Padahal kami selalu bertasbih dengan
memuji-Mu dan menyucikan-Mu. Allah berfirman, Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang kalian tidak ketahui.” (QS.
al-Baqarah : 30)
Allah SWT menciptakan manusia untuk berperan sebagai khalifah
fil ardh, membangun sebuah tatanan kehidupan yang bisa menjaga kemuliaan
manusia diantara makhluk-makhluk yang lain. Namun hal tersebut tidak akan
terwujud tanpa adanya ilmu dan iman sebagai faktor penunjang utama dalam
menjalankan peran tersebut. Maka Allah SWT mengajarkan ilmu kepada Adam
–sebagai manusia pertama- sebagai bekal Adam dalam menjalankan tugas sebagai
khalifah. “Dan (Allah) mengajarkan seluruh nama-nama kepada Adam..” (QS. al-Baqarah
: 31)
Proses pendidikan pertama dalam peradaban manusia, ketika
Allah mengajarkan nama-nama. Yang dimaksud nama-nama tersebut tidaklah sekedar
menyebutkan nama-nama benda di alam semesta, tetapi juga berupa ilmu
pengetahuan yang melingkupi alam semesta.
Artinya, ilmu merupakan kebutuhan dasar manusia, dan
pendidikan adalah warisan tertua yang sudah berlangsung sejak penciptaan
manusia pertama. Tidak hanya sampai disitu, proses pendidikan bahkan terus
berlangsung ketika Adam memulai kehidupan di muka bumi bersama Hawa dan
keturunannya. Tradisi ini terus dijaga oleh para Nabi dan Rasul setelahnya
hingga utusan yang terakhir, Nabi Muhammad SAW.
Dalam beberapa kisah dalam al-Qur'an digambarkan
bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan yang ditopang dengan keimanan berhasil
membangun tatanan kehidupan masyarakat yang maju, serta dikisahkan pula dalam al-Qur'an
bagaimana peradaban yang maju hancur dalam sekejap karena memisahkan iman dan
ilmu.
Jika kita memasuki mesin waktu menuju zaman Rasulullah SAW
dan para sahabat, kita akan melihat bagaimana Rasulullah SAW membangun kembali
sebuah peradaban yang dahulu primitif, yang diistilahkan dengan jahiliyyah yang
dipenuhi dengan kebodohan, peradaban yang tidak sehat di tanah Arab pada waktu
itu, menuju peradaban yang penuh dengan kehidupan, kemuliaan, dan kekuatan yang
kokoh di tengah kondisi iklim dan geografis yang kurang bersahabat.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang luar biasa
dalam hal ini. Di tengah masyarakat jahiliyyah gurun pasir, Rasulullah SAW
berhasil mewujudkan sebuah masyarakat yang sangat tinggi tradisi ilmunya. Para
sahabat Nabi SAW dikenal sebagai orang-orang yang “gila ilmu”. Tradisi ilmu
Islam yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW yang ditopang dengan kokohnya
keimanan telah melahirkan manusia-manusia unggulan dalam satu ”generasi
shahaby” yang belum mampu dicapai oleh peradaban manapun, hingga kini.
Pemandangan yang sangat ironi pada saat ini khususnya di
Indonesia. Ketika Rasulullah SAW membangun peradaban mulia di tengah padang
gersang nan tandus, umat Islam saat ini malah mengalami kemerosotan di tengah
kondisi yang relatif nyaman dan kondisi alam yang bersahabat.
Hal ini terjadi karena tradisi keilmuan umat islam yang
semakin mengkhawatirkan. Sistem pendidikan yang diharapkan bisa membangun kembali
tradisi keilmuan yang melahirkan para pakar ilmu, ternyata belum berjalan
sesuai harapan.
Oleh: Fathurobbani Ilyas | ed. 113. th. V, 10
Jun 2016
No comments