MEMBANGUN MENTAL MEMBERI
Farhan
Dzikri
Rabbani | ed. 112. th. V, 3 Jun
S
|
trata
ekonomi setiap manusia
memang berbeda, karena
Allah-lah yang mengatur
semua itu. Allah telah menetapkan rezeki setiap manusia. Jangan pernah berpikir
orang yang kaya itu disayangi Allah
karena diberi kelebihan harta. Juga jangan berpikir orang yang miskin tidak
disayangi Allah karena mereka tidak tercukupi kebutuhannya ataupun pas-pasan.
Allah itu Maha Adil, karena Allah tidak akan salah sedikitpun dalam mengambil
keputusan. Karena semua harta itu titipan, semua harta yang Allah berikan itu
adalah ujian, maka tidak patut seseorang yang diberi kelebihan harta
membanggakan diri karena kelebihan hartanya. Itulah ujian terberat bagi
dirinya. Jika ia bisa menginfaqkan
dan menzakatkan hartanya maka ia akan terbebas dari harta kotor yang harus
dibuang. Dan juga untuk orang yang diberikan harta pas-pasan oleh Allah
sebenarnya itulah yang diberi nikmat, namun juga berupa ujian bagaimana ia bersabar dengan hal tersebut dan berikhtiar
mencari rezeki. Namun, bukan berarti mereka tidak
diberi kecukupan, karena Allah sudah memberikan apa yang kita butuhkan bukan
apa yang kita mau. Karena hanya oramg yang ber-qana’ah-lah, orang yang tidak pernah luput dari
kata syukur. Karena
bersyukurlah hal yang paling utama dalam membangun rasa kecukupan dalam hidup.
Kita telaah hadits Nabi SAW berikut
ini:
Oleh
al-Bukhori (No. 1427) dan Muslim (No. 1053) dari Hakim bin Hazam dari Nabi SAW beliau bersabda: “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Dan muailah dari orang yang
menjadi tanggungjawabmu. Dan
sebaik-baik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang benar-benar membutuhkannya.
Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya, maka Allah akan menjaganya. Dan barangsiapa
yang meras cukup maka Allah akan memberikan kecukupan padanya”.
Yang harus kita telaah adalah pada
kata tangan di atas lebih baik dari
tangan di bawah. Jadi hadits ini menjelaskan bahwa pentingnya membangun mental memberi, bukan mental meminta yang selalu
menjadi beban bagi orang lain.
Dalam hadits
tersebut disebutkan “dan janganlah engkau menjadi beban
bagi orang lain”.
Allah pun berfirman dalam QS. ad-Dhuha ayat 8: “Dan dia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan lalu Allah memberi kecukupan”.
Maka bagi seorang muslim yang kuat, mental memberi akan senantiasa hadir dalam
jiwanya. Karena ia senantiasa merasa qana’ah, selalu cukup, maka setelah merasakan
hal itu ia akan senantiasa bersyukur
dengan cara bembagi hartanya karena
dia tahu selalu ada harta orang lain yang Allah titipkan padanya.
Mukmin
yang mempunyai mental memberi
senantiasa berpikir bahwa ia tidak akan bangkrut ketika ia memberikan hartanya
di jalan Allah dengan infaq dan shadaqah.
Allah SWT berfirman dalam QS. al-Baqarah ayat 261: “Perumpamaan orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang
menumbuhkan 7 tangkai, pada setiap tangkai ada 100 biji. Allah menggandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas Maha
Mengetahui”.
Dalam ayat tersebut balasan bagi orang yang menginfaqkan hartanya akan dibalas 700 kali lipat. Bisa kita jabarkan berikut:
1 biji = 7 tangkai = 100biji/tangkai. Maka 7 × 100 = 700 biji. Jadi 1 biji sama dengan
700 biji.
Maka bila kita jabarkan pula dengan harta, bila kita
bershadaqoh Rp. 1.000,-: 1.000 × 700 = Rp. 700.000.-.
Itulah
balasan atau upah dari kasa bershodaqoh bila dinilai dengan kenikmatan duniawi.
Karena dalam ayat seterusnya “Allah menggandakan bagi siapa yang Dia kehendaki”. Bila di dunia sudah sebegitu, maka apalagi
di akhirat tempat berbagai nikmat dan siksa yang dahsyat.
Maka mental memberi harus tertanam dalam jiwa seorang muslim
karena tidak lain itu adalah wujud syukur sebagai seorang muslim kepada Allah
yang Maha Pemberi Rezeki. Janganlah sedikitpun kita kufur (nikmat) kepada-Nya. Mental memberi bisa dibangun dengan
pondasi qona’ah dengan tiang-tiang syukur yang
beratapkan keikhlasan.
***
No comments