RESONANSI AKAL
Tulisan
ini bermula dari tela’ahan surat An-Nahl (16) ayat 78 yang mengatakan bahwa
Allah SWT mengeluarkan umat manusia dengan fasilitas yang sama; yakni
pendengaran (as-Sam’a), penglihatan (Al-Absar) dan hati (Al-Afidah). Fasilitas
tersebut bermuara pada kemampuan pemanfaatan otak (baca: akal) yang dalam
bahasa syari’at disebut qalbu. Ada satu daging yang bila daging itu rusak, maka
rusak seluruh amalnya, bila daging itu baik, baik pula seluruh amalnya. Itulah
yang disebut qalbu.
Otak
merupakan organ yang terdapat dalam bagian kepala manusia dan hewan. Fungsinya
menampung dan menyerap informasi. Dalam anatomi tubuh manusia, Otak merupakan
bagian dari tempat berpikir (akal). Setiap informasi yang masuk melalui panca
indra langsung diproses oleh otak. Allah membekali otak manusia dengan jumlah
sel neuron sebanyak 100 milyar, dari 100 milyar tersebut kemudian bercabang
sampai 900 milyar, dari 900 milyar tersebut bercabang lagi setiap selnya 20
rebu. Maka secara total jumlah sel otak mencapai satu Quadrilion.
(1.000.000.000.000.000). Setiap satu informasi yang masuk ke otak membuat
sel-sel tersebut bersambung dan takan pernah putus dalam jangka waktu yang
sangat lama. Itulah yang dimaksud dengan proses “penyimpanan data” Maka bisa dibayangkan
betapa besarnya kapasitas otak yang dimiliki manusia untuk menampung dan
menyerap setiap informasi. Rumit dan kompleks memang kinerja otak manusia,
organ sekecil kepalan tangan bisa memproses informasi dari luar dengan tak
terbatas. Maka tak heran jika James Watson (Pink, 2012:26) yang mendapat hadiah nobel karena membantu
menemukan DNA, menyatakan bahwa “otak manusia merupakan hal paling kompleks
yang belum ditemukan dalam dunia kita.
Otak
manusia menurut paradigma lama terbagi menjadi dua; yakni otak kiri dan otak
kanan. Sempat menghegemoni bahwa otak kiri mendominasi kinerja sistem saraf;
perannya jauh lebih penting dari pada otak kanan. Hingga Roger S Sperry seorang
profesor Caltech menyatakan bahwa kedua bagiannya mempunyai peranan yang sama-sama
penting. Dia menyebutkan (Pink, 2012: 28) bahwa otak bagian kiri berfikir
secara berurutan, superior dalam analisa, dan menangani kata-kata, sedangkan
otak bagian kanan berfikir secara holistik, mengenali pola-pola, serta
menafsirkan emosi-emosi dan ekspresi-ekspresi non verbal secara literal.
Penemuan tersebut yang kemudian membawa Sperry mendapatkan hadiah nobel dalam
bidang kedokteran.
Pandangan
Sperry cukup lama bertahan hingga muncul penelitian yang disebut STIFIN, STIFIN
membagi otak manusia ke dalam 5 bagian. Stifin sendiri merupakan akronim dari
Sensing, Thinking, Intuiting, dan Feeling.
Dalam
sebuah artikel disebutkan bahwa sistem operasi tipe sensing, berada dibagian
otak kiri bawah, terkenal kuat dengan memorinya. Dalam kesehariannya, ciri-ciri
umum seseorang yang berkepribadian Sensing adalah berorientasi pada masa kini,
lebih berminat pada aplikasi praktis, mengolah informasi berdasarkan inderanya,
dan masih banyak lagi.
Sistem
operasi Thinking terdapat di bagian kiri atas. Orang yang punya dominasi sistem
ini cenderung melakukan sesuatu dengan pemikiran yang matang.. Dalam
kesehariannya, ciri-ciri umum seseorang yang berkepribadian Thinking adalah
lebih menggunakan pikiran, berpikir dan memecahkan masalah secara logis,
memiliki ketegasan menuntut hak, dan masih banyak lagi.
Sementara
sistem operasi Intuiting lebih kepada “penghayal”. Tipe kepribadian yang satu
ini termasuk orang yang dominan otak kanan, sistem operasinya berada dibagian
otak kanan atas. Dalam kesehariannya mempunyai ciri-ciri umum seperti suka
berpikir imajinati abstrak, sangat kreatif, tidak teratur, mempunyai visi yang
jelas, bisa melihat pola dan makna, orientasi pada masa depan, dan masih banyak
lagi.
Kemudian
feeling, Perasa. Orang dengan dominasi Feeling memiliki kepribadian sangat
perasa. misal dalam mengambil keputusan, dia akan lebih menggunakan perasaannya
dari pada pikirannya, beda dengan orang thinking yang dalam mengambil sebuah
keputusan, lebih menggunakan pikiran atau logikanya. Sistem operasi mesin
kecerdasan ini terdapat dibagian otak kanan bawah.
Kemudian
yang terakhir ialah otak tengah atau batang otak. Posisinya ditengah dan
ukurannya sangat kecil. Otak ini disinyalir menghubungkan pikiran manusia pada
sesuatu yang transenden. Oleh karenanya otak bagian ini disebut sebagai God
Spot (Titik Tuhan). Otak bagian ini jarang teraliri aliran darah, sehingga
berpengaruh terhadap kualitas kebertuhanan seseorang, semakin sering otak ini
teraliri darah, maka semakin tinggi pula sinyal dirinya dengan Tuhan. Ahli
saraf dari Amerika bernama Dr. Fidelma bahkan sampai masuk Islam, ketika dia
meneliti cara ibadah umat Islam, terutama waktu sujud ternyata bisa
meningkatkan kualitas kebertuhanan; karena ketika manusia sujud, disanalah otak
tengah teraliri oleh darah. Subhanallah. Menjadi pertanyaan jika kemudian
diantara kita sering melakukan shalat, tapi maksiat jalan terus.
Kelima
aspek tersebut menggambarkan fungsi masing-masing bagian otak. Substansi dari
fungsi tersebut disebut dengan akal. Istilah “akal” seringkali disamakan dengan
istilah “otak” atau “ratio”. Meskipun keduanya merujuk adanya persamaan, tetapi
mengandung perbedaan yang cukup mendasar. Pengertian “otak” misalnya adalah
merujuk pada materi (jaringan saraf yang lembut) yang terdapat dalam tempurung
kepala, tidak hanya terdapat pada manusia; juga terdapat pada binatang. Beda
halnya dengan akal yang hanya terdapat pada manusia, manusia bisa saja berotak
tetapi tidak berakal seperti orang gila. Efektifitas God spot yang terdapat
pada otak inilah yang kemudian otak bisa berfungsi sebagai akal. Akal dengan
potensinya mampu menempatkan seseorang pada derajat yang tinggi, dan dengan
akalnya pula seseorang dapat berada di derajat terendah. Tergantung dari
pemanfaatan akal tersebut. Efektifitas pemanfaatan akal tergantung dari
pendidikan akal yang diterimanya.
Endang
Saefuddin Anshori (1987:150) berpendapat bahwa dalam struktur manusia ada satu
potensi yang dinyatakan dengan perkataan ratio (latin), ‘aql (Arab), budhi
(Sanskerta), akal budi (satu perkataan yang tersusun dari bahasa Arab dan
Sansekerta), nous (Yunani), reason (Perancis dan Inggris), verstand (Belanda)
dan Vernunfi (Jerman).
Sesungguhnya
tidak jelas sejak kapan “akal” menjadi kosa kata bahasa Indonesia. Yang jelas,
ia diambil dari bahasa Arab al-’aql atau ‘aqala. Kata ‘aql sendiri sudah
digunakan oleh orang Arab sebelum datangnya agama Islam, yaitu pada masa
pra-Islam. Akal hanya berarti kecerdasan praktis yang ditunjukkan seseorang dalam
situasi yang berubah-ubah. Akal menurut pengertian pra-Islam itu, berhubungan
dengan pemecahan masalah (Pasiak, Taufik, 2002:197).
Lafadz
‘aql berasal dari kata ‘aqala-ya’qilu-’aqlan yang berarti habasa (menahan,
mengikat), berarti juga ayada (mengokohkan); serta arti lainnya adalah fahima
(memahami). Lafaz ‘aql juga disebut dengan alqalb (hati). Disebut ‘aql (akal)
karena akal itu mengikat pemiliknya dari kehancuran, maka orang yang berakal
(‘aqil) adalah orang-orang yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan hawa
nafsunya (Ensiklopedi Islam, 1993:98).
Dalam
kenyataan yang kita rasakan, akal bukanlah wujud yang berdiri sendiri, tetapi
inheren dengan jati diri manusia. Akal merupakan rahmat Allah, khususnya untuk
manusia, dan karena akal inilah manusia berbeda dengan makhluk lain. Endang
Saefuddin Anshori (1987:150) mendefinisikan akal dengan suatu potensi ruhaniah
manusia yang berkesanggupan untuk mengerti sedikit secara teoritis realistis
kosmis yang mengelilinginya, dalam mana ia sendiri juga termasuk, dan untuk
secara praktis merubah dan mempengaruhinya.
Oleh
karena vitalnya posisi akal dalam kehidupan manusia maka penting pula menunjukkan pentingnya
pendidikan kecerdasan (akal) . Manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki
keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohaninya. Upaya pendidikan akal
adalah dalam rangka memenuhi kesejahteraan kehidupan rohaniah manusia. Muhammad
Qutb, berpandangan bahwa: “Islam melakukan pembinaan tenaga akal dengan
pembuktian dan pencarian kebenaran”( Ulwan, 1989:281). Pandangan ini lebih mengarah pada aspek
metodologis daripada definitif. Namun memberikan arah kepada kita bahwa membina
berarti juga mendidik agar akal menjadi kreatif, berkembang sewajarnya untuk
meneliti kebenaran. Jadi membina tenaga akal berarti mendidik akal. Dengan
demikian akal yang telah teraktualkan melalui pendidikan dapat didayagunakan
untuk kepentingan kemanfaatannkemanusiaan baik berupa agama, pengetahuan,
kebudayaan, peradaban dan sebagainya. Karena aktivitas rasional yang sepanjang sejarah
umat Islam digeluti inilah, Islam pernah mencapai zaman keemasan yang ditandai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peradaban Islam menjadi cermin
bagi tumbuh berkembangnya peradaban dunia, itu semata-mata juga karena
pembinaan akal di dalam Islam yang mengacu pada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Wallahu
Alam.
Oleh: Iqbal Amar Muzaki
No comments