ads header

Postingan Terbaru

LGBT DALAM CATATAN SEJARAH NABI

Rexy Abdullah

Belakangan ini isu soal LGBT (Lesbian- Gay-Biseksual-Transgender) kembali muncul dan menjadi perbincangan hangat baik di masyarakat. Fenomena ini muncul pasca judicial review (uji materi) KUHP pasal tentang perzinahan, pemerkosaan, pencabulan dan homoseksual yang diajukan oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Euis Sunarti dan tokoh lainnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Kamis, 12 Desember 2017. Keputusan MK ini juga memunculkan berbagai respon dari masyarakat, ada yang menyesalkan tapi ada pula yang justru mendukung bahkan senang dengan keputusan MK ini.

Setidaknya bagi kita umat Islam, ada tiga aspek yang harus diperhatikan dari fenomena LGBT. Pertama, aspek Tarikhi atau sejarah, Kedua, aspek Ijtima’iy atau sosial, baik kemasyarakatan maupun keagamaan, dan yang Ketiga, aspek Taqniniy atau hukum, baik hukum agama maupun hukum negara.

Pertama, aspek sejarah.
Perilaku abnormal dan menyimpang berupa hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, atau laki-laki dengan waria dan perempuan dengan waria, telah ditemukan sejak dulu. Al-Quran telah menginformasikan perilaku menyimpang itu pada zaman Nabi Luth pada abad 18-17 SM, yang dilakukan kaum Sodom (bahasa Arab: سدوم   Sadūm) dan Gomora/Amora (bahasa Arab: عمورةʿAmūrah). Mereka diazab Allah, setelah menolak peringatan dari Nabi Luth agar mereka sadar.

Sedangkan dalam catatan sejarah Nabi saw. kita akan dapat temukan betapa Rasulullah saw. telah mewanti-mewanti para sahabat tentang bahaya penyimpangan seksual ini, saking bahayanya Rasullullah saw. menggunakan kalimat laknat dalam hadis beliau, dan perintah untuk mengusir orang yang punya kecenderungan ini.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ وَقَالَ أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ وَأَخْرِجُوا فُلَانًا وَفُلَانًا يَعْنِي الْمُخَنَّثِينَ (رواه أبو داود,قال الشيخ الألباني : صحيح)

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw. melaknat kaum laki-laki yang menyerupai wanita dan kaum wanita yang menyerupai laki-laki.” Beliau bersabda: “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian, dan keluarkanlah si fulan dan si fulan -yaitu para banci-.” (HR Abu Dawud, kata Syaikh Al-Albani, Shahih).

Kedua, aspek sosial.
Masyarakat Indonesia dulu mengenal dan memandang bahwa fenomena ini sebagai penyimpangan dan penyakit masyarakat yang harus dihindari dan disembuhkan. Namun, saat ini ada upaya yang sistematis melalui berbagai cara untuk mempropagandakan dan melegalkan LGBT di Indonesia, mulai dari buku, film, aksi organisasi, advokasi yang kesemuanya didukung oleh berbagai organisasi baik dalam maupun luar negeri dengan sokongan dana yang fantastis.

Secara dampak sosial, kita akan menemukan fakta-fakta ketika peringatan al Quran dan hadis diabaikan yang membuat kita terhenyak, karena betapa berbahayanya fenomena ini bagi kelangsungan hidup masyarakat.

Dampak yang paling besar di antaranya: Merusak kodrat Ilahi, tertular dan menularkan HIV, merusak fisiologis, dan terakhir merusak psikologis manusia.
Khusus untuk kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 2005 – Maret 2017 saja ada 242.699 kasus, diperkirakan pertahun ditemukan 40.000 kasus, atau perharinya kurang lebih 110 kasus, dan yang menjadi mengerikan lagi dilihat dari presentasi faktor resiko AIDS tertinggi adalah dari hubungan heteroseksual (71,9%) kemudian homoseksual (Lelaki Seks Lelaki) (21,3%) dan penggunaan penasun atau jarum suntik (2,5%) saja. Namun, peningkatan faktor resiko dari Homoseksual, Lesbian, dan Biseksual justru akan terus meningkat dan menjadi faktor pertama resiko penularan HIV/AIDS. Lebih mengerikan lagi, ialah fakta bahwa kategori umur pengidap HIV/AIDS ini adalah usia produktif atau angkatan kerja yaitu usia 20-29 tahun (32.3%) dan 30-39 tahun (35.3%) serta didominasi oleh lelaki (54%) dibandingkan perempuan (29%), sisanya mereka yang tidak melaporkan jenis kelaminnya (17%).

Ketiga, aspek hukum
Sebagaimana kita ketahui sampai hari ini pemerintah belum memiliki kebijakan dan sikap tegas terhadap LGBT, dalam konteks bahaya dan ancaman terhadap masa depan bangsa. Sedangkan dalam hukum Islam secara tegas Nabi melarang bahkan melaknat perempuan atau lelaki yang menyerupai lawan jenisnya, dan memerintahkan untuk mengasingkan orang tersebut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِمُخَنَّثٍ قَدْ خَضَّبَ يَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ بِالْحِنَّاءِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا بَالُ هَذَا فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَتَشَبَّهُ بِالنِّسَاءِ فَأَمَرَ بِهِ فَنُفِيَ إِلَى النَّقِيعِ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَا نَقْتُلُهُ فَقَالَ إِنِّي نُهِيتُ عَنْ قَتْلِ الْمُصَلِّينَ قَالَ أَبُو أُسَامَةَ وَالنَّقِيعُ نَاحِيَةٌ عَنْ الْمَدِينَةِ وَلَيْسَ بِالْبَقِيعِ .

Dari Abu Hurairah berkata, “Pernah didatangkan kepada Nabi saw. seorang banci yang mewarnai kuku tangan dan kakinya dengan inai. Maka Nabi saw. pun bertanya: “Ada apa dengan orang ini?” para sahabat menjawab, “Wahai Rasulullah, orang ini menyerupai wanita.” Beliau kemudian memerintahkan agar orang tersebut dihukum, maka orang itu diasingkan ke suatu tempat yang bernama Naqi’. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita membunuhnya saja?” beliau menjawab: “Aku dilarang untuk membunuh orang yang shalat.” Abu Usamah berkata, “Naqi’ adalah sebuah tempat di pinggiran Kota Madinah, dan bukan Baqi’.” (HR Abu Daud, 4280)

Namun, khusus untuk yang melakukan prilaku seperti kaum nabi Luth AS. Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh pelaku dan objek nya.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : { مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ } .رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ إلَّا أَنَّ فِيهِ اخْتِلَافًا )
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw bersabda: “Siapa-siapa yang kamu dapati dia mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual, laki-laki bersetubuh dengan laki-laki), maka bunuhlah yang berbuat (homo) dan yang dibuati (pasangan berbuat itu); dan barangsiapa kamu dapati dia menyetubuhi binatang maka bunuhlah dia dan bunuhlah binatang itu.” (HR Ahmad dan Empat (imam perawi), dan para periwayatnya orang-orang yang terpercaya, tetapi ada perselisihan di dalamnya).

Dalam hadis pertama, Nabi melakukan langkah preventif atau pencegahan merajela dan menyebarnya prilaku ini, yaitu dengan mengasingkan dan memisahkannya dari masyarakat. Hal ini juga bertujuan agar orang yang punya kecenderungan seperti ini, dapat direhabilitasi dan berpikir sampai bertaubat hingga kembali ke fitrahnya.

Sedangkan dalam hadis kedua, Nabi saw. dengan tegas memerintahkan untuk membunuh pelaku dan objek jika sudah sampai melakukan prilaku kaum nabi Luth. AS. artinya, ada perbedaan sikap Nabi saw. dalam menyikapi fenomena tersebut. 

Sebagai penutup marilah kita renungkan peringatan al-Quran bahwa ada adzab yang tidak hanya menimpa pelakunya saja.

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (QS. Al-Anfal: 25)

Imam Ibnu Katsir menyatakan berkenaan dengan ayat ini: “Allah SWT. memperingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar waspada terhadap fitnah, yang dimaksud dengan fitnah ialah cobaan dan bencana. Apabila ia datang menimpa, maka pengaruhnya meluas dan menimpa semua orang secara umum, tidak hanya orang-orang durhaka dan orang yang melakukan dosa saja, melainkan bencana dan siksaan itu mencakup kesemuanya; tidak ada yang dapat menolaknya, tidak ada pula yang dapat melenyapkannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, VII:49).

Wallahu ‘Alam bis Shawab

 
Oleh: Rexy Abdullah

No comments