ads header

Postingan Terbaru

GEMPA DAN PUTUSAN SIDANG LEMBAGA TINGGI NEGARA


Peristiwa gempa (nyaris) besar itu terjadi tatkala hari Jumat 15 Desember 2017 TU (Tarikh Umum) hampir menutup. Getaran utamanya terjadi pada pukul 23:48 WIB pada suatu titik di pesisir Cipatujah, Kab. Tasikmalaya (Jawa Barat).[i] Rilis awal BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) menempatkan magnitudonya 7,3 yang kemudian diperbaiki lewat rilis pembaharuan menjadi magnitudo 6,9.[ii] Pembaharuan magnitudo sebuah gempa adalah hal wajar, biasa dilakukan oleh institusi geofisika di manapun. Gempa dengan magnitudo 7 atau lebih tergolong gempa besar, sehingga Gempa Tasikmalaya 15 Desember 2017 (begitu kita namakan) tergolong gempa (nyaris) besar.[iii]
Karena dalam rilis awalnya magnitudo gempa ini adalah 7,3 maka sistem peringatan dini tsunami BMKG di bawah payung InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) pun teraktifkan.[iv] Dari garis pantai mulai dari Kab. Sukabumi di ujung barat hingga Kab. Bantul di ujung timur, sebagian kecil berstatus Siaga karena memiliki perkiraan tinggi tsunami antara 0,5-3 meter. Status siaga ini meliputi pesisir Kab. Ciamis dan Kab. Tasikmalaya.[v]
Di sisi lain, ada sebagian kita mencoba menghubung-hubungkan peristiwa Gempa pertengahan Desember lalu dengan putusan persidangan sebuah lembaga tinggi negara pada sehari sebelumnya yang dianggap melegalkan kemaksiatan. Dan gempar secara cepat.
Berdasarkan kedudukan sumber gempanya, gempa bumi (nyaris) besar itu sejatinya serupa dengan dua kejadian gempa bumi di bulan September 2009. Masing-masing Gempa Tasikmalaya 2 September 2009 (magnitudo 7,3)[vi] dan Gempa Padang 30 September 2009 (magnitudo 7,6)[vii]. Ketiga gempa tersebut merupakan bagian dari intraslab earthquake alias gempa intralempeng. Kosakata gempa intralempeng mengangkasa pada 2009 silam setelah hanya dalam sebulan dua guncangan besar menerpa Indonesia.[viii]
Gempa Tasikmalaya 2 September 2009 mengguncang sore hari tatkala Umat Islam Indonesia sedang menanti waktu berbuka shaum di bulan Ramadhan. Guncangannya menggetarkan hampir seluruh pulau Jawa. Sementara Gempa Padang 30 September 2009 juga meletup di sore hari, hanya beberapa hari setelah Umat Islam Indonesia merayakan Idul Fitri. Gempa dalam suasana Lebaran ini jauh lebih mematikan.[ix]
Sependek ingatan subyektif saya, dalam dua peristiwa gempa intralempeng di September 2009 itu, nyaris tak ada yang menghubung-hubungkan kedua peristiwa tersebut dengan urusan maksiat. Apalagi menjadi berita gempar. Padahal keduanya jauh lebih mematikan ketimbang gempa pertengahan bulan lalu. Yang banyak muncul hanyalah ungkapan prihatin dan harapan agar bencana sejenis tak terulang lagi (yang di jauh kemudian hari terasa kontradiktif karena kita juga telah memahami bahwa gempa bumi mengikuti siklus tertentu yang khas untuk jenis dan daerahnya).
Gempa dalam pengetahuan masa kini tidak semisterius 200 atau 1.000 tahun silam. Ada data empiris yang kini sudah bisa dihimpun dalam berbagai ukuran. Dalam kasus Indonesia, kita sudah bisa mengatakan segenap kepulauan ini rawan gempa terkecuali sebagian Kalimantan. Lalu, bagaimana seharusnya sikap kita?
Betul, sains saat ini belum bisa memprakirakan kapan suatu gempa terjadi di satu daerah dan berapa besar magnitudnya dengan tingkat ketelitian setinggi prakiraan cuaca modern. Di atas semua itu, prakiraan potensi gempa dan implikasinya sudah diposisikan ke ranah hablun minannas dengan pembentukan kebijakan-kebijakan pendukung untuk memperkuat (misalnya) bangunan ataupun kawasan pesisir. Hasilnya bisa dilihat antara lain dalam kasus Gempa Jepang 2011 (magnitudo 9,0). Gempa ini menewaskan lebih dari 18.000 orang.[x] Kita bisa bandingkan dengan kasus Gempa Aceh 2004, yang sama magnitudnya namun tak siap menghadapi skala bencana ini, dimana lebih dari 200.000 jiwa terenggut.[xi]
Seandainya gempa terjadi karena putusan lembaga negara, bayangkan apa yang akan terjadi dengan Amerika dan negara-negara bebas lainnya. Apalagi Israel, ternyata negeri kecil itu tumbuh berdiri tepat di salah satu zona sumber gempa paling menyeramkan sejagat: sistem patahan/sesar besar Laut Mati yang sampai saat ini aktif bergeser.[xii]
Al-Quran dan Hadits benar dan telah menjelaskan keberadaan Allah yang Maha Besar. Tidak ada satupun isi alam semesta yang luput dari genggaman-Nya. Tidak ada satupun hukum alam yang berinteraksi tanpa seizin-Nya. Sains juga benar dalam upayanya menjelaskan betapa Maha Kuasanya Allah. Sains berupaya memahami tentang isi alam semesta yang mampu diamati manusia, sebagai bagian dari sikap penghambaan kepada-Nya. Sebagai upaya memahami dan tunduk kepada “sunatullah”.
Gempa merupakan salah satu perwujudan sunatullah dan akan selalu terjadi. Sejak bumi hadir, maka kemudian manusia akan senantiasa berada di atas lempeng-lempeng benua yang aktif bergerak tanpa henti. Gempa harus dimaknai dalam 2 hal: (1) Pengakuan akan Maha Kuasanya Allah yang wajib diimani dan disikapi dengan benar; (2) Proses pembelajaran tiada henti bagi umat manusia untuk mengamati dan memahami segala aspek sunatullah yang terjadi di muka bumi ini. Allah SWT berfirman:
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan SEDIKIT ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah BERITA GEMBIRA kepada orang-orang yang SABAR. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”. (al-Baqarah: 155-156)
Jadi, musibah adalah niscaya. Diantaranya gempa bumi. Musibah yang besar itu adalah musibah yang menimpa agama. Musibah agama adalah segala bentuk maksiat yang dilakukan di dunia, perilaku LGBT satu diantaranya saja. Namun, buka mata lebih lebar lagi, apa yang sebenarnya sedang terjadi pada diri dan di sekeliling kita? Lalu apa respon masyarakat kita? Kita harus mengakui dan menyadari, kita semua memiliki peran dalam penyimpangan ini. Karena itulah Allah SWT mengingatkan:
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (al-Anfal: 25).
Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (asy- Syuura: 30).
Apalagi yang bisa menjadi lebih buruk? Banyak. Setiap peristiwa yang merupakan akibat dari sikap abai kita, sedikit demi sedikit akan mendorong batasan-batasan moral dan norma-norma agama sampai kepada titik keruntuhannya. Secara bertahap membuka pintu bagi masyarakat untuk menerima segala hal yang dilarang dan dilaknat Allah SWT, sebagai sesuatu yang biasa dan lumrah.

Penulis: Agus Salim
Buletin Tanwir edisi 184

[i] https://earthquake.usgs.gov/earthquakes/eventpage/us2000c4v8#pager
[ii] http://cdn.bmkg.go.id/web/15-des-2017-press-rilis.pdf
[iii] https://azanulahyan.blogspot.co.id/2014/11/macam-macam-skala-gempa-bumi.html
[iv] https://www.bnpb.go.id/gempa-69-sr-guncang-jawa-bagian-selatan-peringatan-tsunami-diaktifkan
[v] http://inatews.bmkg.go.id/new/view_event.php?eventid=20171216000321&tab=7
[vi] https://www.viva.co.id/berita/nasional/988158-gempa-7-3-sr-tasikmalaya-juga-pernah-terjadi-pada-2009
[vii] https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Sumatera_Barat_2009
[viii] https://id.scribd.com/document/360103768/Makalah-Gempa
[ix] https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Sumatera_Barat_2009
[x] https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_T%C5%8Dhoku_2011
[xi] http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/12/26-desember-2004-gempa-dan-tsunami-getarkan-aceh
[xii] https://dokumen.tips/documents/penyebab-kegempaan-laut-mati.html

No comments