ads header

Postingan Terbaru

BACALAH, LALU TULIS..!


Sebagai muslim tentunya kita mengetahui betul bahwa kalimat pertama yang turun kepada baginda Rasul adalah ”Iqra” (Bacalah). Kalimat tersebut yang kemudian membawa banyak pengaruh terhadap kehidupan Muhammad; seorang ummy yang sebelumnya belum mengenal budaya “ilmu”, kepada kehidupan pencerahan umat dunia dan akhirat. Makanya tidak salah  Michael H. Hart  dalam bukunya “the 100” (100 tokoh paling berpengaruh) secara objektif dan jujur menempatkan nabi Muhammad SAW sebagai orang pertama yang paling berpengaruh di dunia. Mengingat jasa dan peranannya begitu kuat dalam menyebarkan ajaran Islam.
Tentu saja kalimat sakral “Iqra” tersebut bukan hanya sebatas wahyu; namun merupakan keyword (kata kunci) untuk keberhasilan seseorang. Bisa dikatakan bahwa membaca adalah alat tempur paling mematikan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Membaca juga merupakan fondasi kemajuan dan solusi dari segala permasalahan hidup semisal kemelut dalam dunia pendidikan, tragedi kemiskinan, carut – marutnya kehidupan sosial dan konstelasi politik. Setidaknya itulah permasalahan yang dihadapi baginda Rasulullah SAW saat pertama kali menerima kalimat “iqra’ tersebut.
Kalau kita telisik lebih lanjut ayat tersebut (Al-Alaq), kita tidak menemukan objek apa yang mesti dibaca oleh Nabi. Hanya saja Allah memberikan isyarat bahwa apa dibaca mesti tujuannya adalah untuk Tuhan yang telah menciptakan, mengajarkan melalui perantaraan kalam, dan memberi pengetahuan dari apa yang tidak diketahui.  Dari ayat tersebut secara tersirat Allah memberikan indikasi bahwa membaca dan menulis adalah dua kata kunci untuk sukses melanjutkan hidup sebagai manusia baru, manusia yang memiliki pengaruh kuat bagi khalayak umat. Bahkan terkait ayat ini, Ibnu Katsir memberikan sub-judul dalam kitabnya dengan “Membaca dan menulis adalah kunci ilmu pengetahuan”.
Benar saja, apa yang telah Allah isyaratkan dalam Al-Qur’an perihal bagaimana membaca dan menulis membawa pengaruh hebat bagi pelakunya.  Setelah dibaca biografi beberapa tokoh, maka dapat ditemukan sebuah fakta bahwa mereka semua adalah pembaca yang kuat. Dari mulai tokoh yang paling “kiri” sampai ulama sekalipun mereka tak lepas dari tradisi membaca. Mari kita lihat bagaimana “gilanya” Karl Marx dalam membaca; sehingga beliau dijuluki Bibliomania atau orang yang tergila-gila dengan buku. Bahkan dikisahkan bahwa gaya hidupnya berisi kunjungan harian ke ruang baca Museum Inggris. “Di London ini Marx ibarat ikat bertemu air. Dan British Museum adalah kolam besar tempat Marx menelurkan karya-karya terpentingnya. Di ruang baca museum itulah Das Kapital lahir” (Suherman, 2012: 27). Josef Stallin diktator Rusia sang pecandu buku; Mao Tse Tung sang tiran yang meregang nyawa sambil membaca, Mao memang sangat percaya dengan kekuatan senjata, tapi sebenarnya senjata paling ampuh bagi dia adalah membaca. Adolf Hitler bahkan sebelum menjadi orang Jerman paling rasis, hidupnya tak lepas dari buku-buku yang dia baca. Gandhi sebagaimana kita ketahui; tokoh Hindu paradoksal; (di satu pihak ia lemah lembut secara fisik dan pantang kekerasan, tetapi di pihak lain ia pribadi pantang menyerah, berani keluar masuk penjara);  ia juga kutu buku yang suka merenung dan menuangkan pikirannya dalam tulisan yang jika dikumpulkan mencapai 80 jilid. Hasan Al-Banna sang pembaharu yang banyak melahirkan banyak buku. Ia mengatakan “saya sangat antusias untuk membaca dan menambah ilmu pengetahuan. Saya percaya akan faedah ilmu bagi individu maupun masyarakat juga meyakini kewajiban menyebarkan ilmu di tengah umat manusia” (Suherman, 2012: 131) dan masih banyak lagi tokoh-tokoh berpengaruh di dunia yang tak lepas dari budaya membaca. 
Dengan membaca kita masuk pintu ilmu pengetahuan yang membawa banyak kesempatan untuk menguasai dunia, seperti yang pernah diutarakan Francis Bacon “Knowledge is power” (siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, maka ia bakal menjadi penguasa). Perantara dan washilah tersebut tiada lain adalah buku;  “Buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya”. Bahkan Thomas Bartholin (1616-1680) cendekiawan Denmark pernah berujar “Without Books, God is Silent, justice dormant, natural science at a stand, philoshopie lame, letter dumb, and all things involved in darkness” (Suherman, 2012:5) yang berarti Tanpa buku Tuhan diam, keadilah terbenam, sains alam macet, sastra bisu, dan seluruhnya dirundung kegelapan).
Azyumardi azra mengatakan bahwa “peradaban Islam adalah peradaban buku-buku; jalan hidup Muslim dipandu Buku; dan kita menemukan nilai hidup kita hanya dalam buku-buku. Tuhan kita juga termanifestasi dalam Buku; dan identitas kita terbentuk oleh Buku-buku, dan menjadi pengkhianat Buku-Buku?” (Harian Republika, 31 Agustus 2006). Sebuah pendapat yang cenderung bernada peyoratif dan antiklimaks terutama pada bagian terakhir. Namun kalau kita kaji sejarah peradaban Islam, memang banyak yang menganalisa bahwa salah satu faktor mundurnya peradaban Islam adalah melemahnya sikap cinta ilmu sebagian kaum muslimin. Berbanding terbalik dengan Eropa yang sebelumnya banyak mengadopsi adab kaum muslimin terhadap ilmu pengetahuan, lalu kemudian memprakteknya secara maksimal di hampir seluruh sendi-sendi kehidupan. Puncaknya terutama melalui momentum Revolusi Industri yang disebut dengan Renaissance yang terjadi di abad ke 14 sampai 17 di mulai dari Italia hingga ke negara Eropa lainnya.
Maka berdasar analisa sejarawan; kita mengetahui bahwa mundurnya kekuatan kaum muslimin dikarenakan berkurangnya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan yang disinyalir dikarenakan melemahnya budaya baca di sementara kalangan kaum muslimin. Apalagi untuk konteks Indonesia sekarang, berdasarkan beberapa penelitian, dikemukakan bahwa minat baca bangsa Indonesia berada di urutan 60  dari 61 negara yang diteliti;  seperti yang dirilis oleh "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu. Sebuah hasil penelitian yang sangat memprihatinkan! 
Oleh sebab itu, mari kita tingkatkan budaya baca, jadikan membaca sebagai sesuatu yang mendarah daging diantara kita semuanya.
Wallahu A’lam
Penulis: Iqbal Amar Muzaki

No comments