MUSA, SIMBOL KESABARAN SEPANJANG ZAMAN
Ilustrasi terbelahnya laut
|
Kisah Nabi Musa alaihissalam adalah kisah yang paling
banyak mendapatkan porsi di dalam Al Qur’an. Kisah yang sarat dengan pelajaran
dan banyak mengandung ibroh ini amat penting kita pahami untuk melihat
bagaimana kebenaran itu pada akhirnya menggilas kejahatan. Kisah Nabi Musa terdapat
di 10 tempat dan disebutkan sebanyak 136 kali dalam Al-Qur’an.
Saat Perang Hunain, sebagian orang Anshar merasa tidak adil
dengan kebijakan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam dalam membagikan harta
rampasan perang. Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam menunjukkan
kemarahan ketika ada yang menuduh beliau tidak berlaku adil dalam pembagian
tersebut. Jika Allah dan Rasul-Nya dianggap tidak adil, lantas siapa lagi
yang mampu berlaku adil? Namun, di akhir kalimatnya Rasulullah berkata, “Semoga
Allah merahmati Musa. Beliau disakiti oleh kaumnya melebihi dari ini dan mampu
bersabar.” Ini adalah pelajaran besar bahwa Nabi shallalahu alaihi wa sallam
kita pun mengambil ibrah dari sejarah.
Dalam kisah Nabi Musa terdapat dalam beberapa episode dan
masing-masing episode memiliki pelajaran tersendiri:
1. Firaun,
dan ini yang paling banyak. Isinya tentang fitnah kekuasaan.
2. Qarun.
Isinya kisah tentang fitnah kekayaan.
3. Samiri.
Isinya kisah tentang fitnah beragama.
4. Nabi
Khidir. Isinya tentang fitnah ilmu pengetahuan.
5. Bani
Israil. Kisah kesabaran Nabi Musa dan umat yang paling susah diatur.
Fir’aun menjadi simbol kezaliman sepanjang masa. Di dalam
dirinya terkumpul kesesatan dalam akidah, kezaliman yang paling tinggi, dan
keengganan menerima kebenaran. Nama Firaun yang banyak sekali disebut di dalam
Al Qur’an adalah salah satu dari tokoh-tokoh sejarah yang menolak kebenaran
dari Allah yang kemudian dibinasakan dalam kesesatannya. Al Qur’an menjadikan
akhir kehidupan buruk orang-orang semacam ini agar umat manusia khususnya para
penguasa mengambil pelajaran dan berfikir.
Dalam surat Al-Fatihah, kita meminta ditunjukkan pada jalan
mereka yang Allah ridhai, dan dijauhkan dari jalan mereka yang sesat. Di dalam
sejarah, terdapat jalan hidup umat terdahulu yang telah nyata kesesatannya, dan
kisah umat terdahulu yang telah diridhai Allah.
Salah satu kezaliman Fir’aun terhadap Bani Israil ialah
kebijakan pembunuhan bayi laki-laki mereka. Fir’aun yang takut dengan
pertumbuhan kaum Bani Israil mengeluarkan kebijakan bahwa setiap bayi laki-laki
yang lahir harus dibunuh. Kesombongan yang ditopang dengan kekuasan memang
kerap kali menjadi penyebab rusaknya tatanan alam di muka bumi.
Orang
dengan karakter Fir’aun akan selalu ada di setiap zaman. Dan sunnatullah
pun berlaku, bahwa setiap ada Fir’aun, ada pula Musa. Inilah semangat yang
ingin dibangkitkan dalam kisah Nabi Musa. Kemenangan itu akan hadir pada mereka
yang berada dalam kebenaran, dan bahwa kebenaran akan selalu mengalahkan
kebatilan.
Kisah Fir’aun ini juga menjadi pelajaran bagi setiap pemimpin
agar tidak berlaku zalim terhadap rakyatnya, sebelum berlaku atas dirinya
sebagaimana yang berlaku atas diri Fir’aun.
Dalam kisah Fir’aun, Allah berkehendak menjadikan Nabi Musa alaihissalam
sebagai orang yang paling dibenci dan ditakuti oleh Fir’aun, padahal ia adalah
orang yang pernah dikasihinya karena diasuh di dalam istana oleh istrinya
Fir’aun. Ini tentunya adalah hantaman psikologis yang sangat kuat sebelum
hukuman fisik berlaku atas dirinya. Allah masih menambah lagi siksaan batin
Fir’aun dengan menjadikan orang-orang terdekat yang ada di sekelilingnya justru
beriman dengan apa yang dibawa Nabi Musa.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan Allah membalas tipu
daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (QS. Ali Imran : 54)
Pada episode lain, Nabi Musa tinggal selama 10 tahun di negeri
Madyan, membantu dua gadis penggembala memberi minum gembalaannya, yang
belakangan diketahui mereka berdua adalah anak Nabi Syu’aib. Kemudian beliau
dinikahkan dengan salah satu dari mereka oleh ayahnya dengan mahar bekerja
untuknya di negeri itu selama 8 tahun yang digenapkan kemudian hingga 10 tahun
oleh Nabi Musa. Episode ini penting karena menjadi tonggak sejarah yang
mengubah sejarah Bani Israil.
Melihat dunia hari ini, kita membutuhkan Musa-Musa baru yang
berani menyuarakan keadilan di hadapan pemimpin yang zalim, berani
memperjuangkan mereka yang tertindas. Fir’aun adalah sosok penguasa yang kejam
dan zalim, namun Allah Ta’ala berwasiat kepada Nabi Musa agar nasihat kebenaran
itu disampaikan dengan lemah lembut.
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, Sesungguhnya Dia telah
melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha : 43-44)
Nabi Musa tidak pernah mengetahui skenario yang telah Allah
tetapkan untuknya ketika membawa Bani Israel keluar dari Mesir, beliau tidak
mengetahui bagaimana kisah mereka sesudah keluar dari kungkungan Fir’aun.
Seringkali Nabi Musa disakiti kaumnya walaupun mereka menyaksikan banyak sekali
kemukjizatan sebagai bukti nyata bahwa beliau adalah utusan Allah. Bahkan oleh
Bani Israel, Nabi Musa dianggap sebagai biang kesialaan yang mereka rasakan.
Di sini ada pelajaran besar bahwa seringkali pertolongan dari
Allah itu bentuknya tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, sebagaimana
Nabi Musa tidak mengetahui bahwa lautan merah akan terbelah sesudah dipukul
dengan tongkatnya. Yang beliau lakukan hanya patuh dan taat mengikuti petunjuk
Allah untuk membawa Bani Israel keluar dari Mesir. Pelajaran lainnya adalah
bahwa seringkali manusia terbaik itu prestasinya bukan di mata kaumnya, orang
tersebut terus menerus bersabar dalam upaya memperbaiki umatnya walupun upaya
itu sedikit pun tidak disambut baik oleh mereka. Namanya harum setelah
wafatnya, ia disanjung tidak pada masanya dan semua prestasinya hanya
Allah yang menilainya.
Ketika Allah terus memberikan kesuksesan bagi orang-orang yang
zalim dalam melakukan kezalimannya, bisa jadi saat itu Allah hendak
menyesatkannya sampai jauh, hingga ia sampai pada titik tidak bisa lagi kembali
untuk mendapat petunjuk. Persis seperti yang dialami oleh Fir’aun. Allah
mencabut nyawa Fir’aun saat pertaubatannya sudah lagi tak diterima. Ketika
Allah sudah berkehendak menyesatkan seseorang, maka tiada siapa pun yang mampu
memberinya hidayah. Ingatlah bahwa setiap kezaliman akan menemui jalan
kesengsaraan.
Penulis: Ust. Rofiq Hidayah, Lc
No comments