KEDUDUKAN SHALAT DZUHUR DI HARI RAYA PADA HARI JUM'AT
Di zaman pemerintahan kekhalifahan Abdullah bin Zubair
bin al-‘Awwam, pernah terjadi hari raya yang kebetulan jatuh pada hari Jum’at. Sehubungan
dengan itu Ibnu Zubair shalat hari raya, dan pada hari itu pula beliau tidak shalat
apa-apa lagi hingga Ashar, yakni ia tidak mendirikan shalat Jum’at atau Zhuhur,
padahal waktu itu ada beberapa shahabat Nabi tetapi mereka tidak berkata
apa-apa.
Hal itu menimbulkan tanda tanya bagi sebagian orang, lalu
ditanyakanlah kepada Ibnu Abbas setelah beliau kembali dari Thaif, apakah perbuatan
Ibnu Zubair itu berlandaskan sunnah Rasul atau tidak. Maka Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa perbuatan Ibnu Zubair itu benar-benar sesuai sunnah Rasul.
Mungkin ada yang bertanya, bukankah shalat hari raya itu
hukumnya sunat, apakah mungkin sunat mengalahkan yang wajib? Dalam urusan
seperti ini tidak ada menang dan kalah, sebab urusan hukum syari’at seluruhnya
adalah urusan Allah dan Rasul-Nya. Bila Allah dan Rasulullah membolehkan, maka
tidak ada seorangpun yang berhak turut campur. Bukankah bepergian atau safar
itu tidak wajib dan tidak pula sunat, sedangkan shalat Zhuhur empat raka’at itu
hukumnya wajib? Mengapa dikarenakan safar yang mubah, shalat Zhuhur yang wajib
dilakukan empat raka’at dibolehkan dilakukan dua raka’at? Mengapa shaum yang
hukumnya wajib, boleh ditinggalkan, dengan safar yang hukumnya tidak wajib dan
tidak pula sunat?
Sehubungan dengan masalah ini Atha bin Abu Rabah berkata:
Pernah berkumpul hari Jum’at dan hari raya fithri di
zaman pemerintahan Ibnu Zubair. Beliau berkata: “Telah berkumpul dua hari raya
pada satu hari.”, maka keduanya disatukan, lalu beliau shalat kedua macam hari
raya itu (cukup) dengan dua raka’at, pada pagi hari, beliau tidak tambah
apa-apa lagi selain dua raka’at itu, hingga shalat Ashar. (Sunan Abu Daud, I : 281).
Dalam riwayat lain dari Atha bin Abu Rabah:
Pada waktu itu Ibnu Abbas di Thaif, maka setelah ia
kembali, kami khabarkan kepadanya, maka ia menjawab: “Betul, Ibnu Zubair sesuai
sunnah”. (Sunan Abu
Daud, I : 281)
Wahab bin Kaisan telah mengabarkan peristiwa itu kepada
Ibnu Abbas, dan ia mendapat jawaban, bahwa
perbuatan Ibnu Zubair itu sesuai sunnah.
Maka saya mengabarkan peristiwa tersebut kepada Ibnu Abbas,
dan ia menjawab: “Betul
Ibnu Zubair sesuai
sunnah”. (Sunan an-Nasai, III : 194)
Ucapan Ibnu Abbas itu tepat, sebab di zaman Rasulullah pernah
terjadi kebetulan hari raya pada hari Jum’at, dan sehubungan dengan itu Rasul memberikan kelonggaran bagi orang yang tidak shalat Jum’at, dan bila kita
melakukannya, maka hukumnya sunat.
Hari raya Idul
Fithri pada zaman Nabi yang terjadi pada hari Jum’at,
yaitu 1 Syawwal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625 TU. Mungkin inilah kejadian
yang berkaitan dengan hadis yang membolehkan meninggalkan shalat Jum’at bila
pagi harinya telah mengikuti shalat
hari raya. Rasulullah SAW bersabda,
Dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah SAW beliau bersabda, “Pada hari ini telah berkumpul bagi kalian dua
hari raya, barangsiapa ingin melaksanakan, maka hari rayanya ini sudah
mencukupi shalat Jum'atnya, namun kami akan tetap melaksanakan Jum'at.” (Sunan Abu Daud, I : 281;
Sunan Ibnu Majah, I : 416; al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, I : 425)
Maksudnya bahwa hari ini adalah
hari raya ‘id dan juga hari Jum’at. Maka barangsiapa yang sudah melaksanakan
shalat ‘id pagi hari tidaklah perlu lagi ia shalat Jum’at, tetapi Rasulullah
SAW mengatakan; Kami akan melaksanakan shalat Jum’at.
Sedangkan untuk Idul Adha pada zaman Nabi masih hidup yang
diperkirakan jatuh pada hari Jumat terjadi pada tahun ke-8 H yang bertepatan
dengan Jumat 30 Maret 630 H. Hal ini berdasarkan perhitungan pada hari Senin 19
Maret 630 TU (akhir bulan Dzulqa’ah 8 H) untuk lokasi Madinah, Bulan mustahil
teramati sebagai hilal karena Bulan lebih dulu terbenam daripada Matahari.
Dengan demikian, tanggal 1 Dzulhijjah 8 H ditetapkan Rabu 21 Maret 630 TU,
sehingga Idul Adha tahun 8 H jatuh pada hari Jumat 30 Maret 630 H.
Jadi, tidak ada anjuran untuk
melakukan shalat Zhuhur, yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW ialah shalat Jum’at,
bila ia mau, sebagaimana sabda Rasulullah sbb:
Dari Iyas bin Abu Ramlah asy-Syami
ia berkata; saya menyaksikan Mu'awiyah bertanya kepada Zaid bin Arqam ia
berkata; Saya mengikuti shalat dua hari raya yang berkumpul dalam satu hari
bersama Rasulullah SAW, beliau shalat ‘id pada awal hari, kemudian beliau memberi
keringanan terhadap shalat Jum'at seraya bersabda: “Barangsiapa yang mau shalat
Jum’ah, maka boleh ia kerjakan.” (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, XXXII : 68)
Dari Iyas Ibnu Abu Ramlah ays-Syami
dia berkata; aku pernah melihat Mu'awiyah bin Abu Sufyan bertanya kepada Zaid
bin Arqam, tanyanya; “Apakah kamu pernah melakukan dua hari raya bertepatan
dalam satu hari ketika bersama Rasulullah SAW?” Jawabnya; “Ya.” Mu'awiyah
bertanya; “Bagaimana beliau mengerjakan shalat tersebut?” Zaid bin Arqam
menjawab; “Beliau mengerjakan shalat ‘id dan memberi keringanan pada waktu
shalat Jum'at, lalu beliau bersabda: “Barangsiapa ingin mengerjakan (shalat
Jum'at), hendaknya mengerjakan shalat (Jum'at).” (Sunan Abu Daud, I : 281)
Melakukan shalat Zhuhur pada
hari Jum’at bagi laki-laki yang wajib shalat Jum’at, padahal ia sudah shalat
hari raya yang tercakup padanya shalat Jum’at, tidak sesuai dengan anjuran
Rasulullah SAW, dan Rasulullah sendiri mencontohkan shalat Jum’at bukan shalat
Zhuhur.
Adapun untuk tahun ini,
berdasarkan hasil perhitungan dengan acuan pengamatan di seluruh wilayah
Indonesia menunjukkan bahwa posisi Bulan yang akan tampak sebagai hilal dapat
diamati pada hari Selasa 22 Agustus 2017 TU setelah terbenam Matahari. Dengan
demikian, tanggal 1 Dzulhijjah 1438 H ditetapkan jatuh pada hari Rabu 23
Agustus 2017 TU, sehingga hari raya Idul Adha 1438 H akan bertepatan dengan
hari Jumat 1 September 2017 TU.
Namun, dianjurkan bagi imam dan
qayyimul masjid agar tetap mengadakan shalat Jum’at supaya orang yang ingin
menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘id di pagi hari bisa
menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah sebagaimana sabda Nabi SAW pada hadits
dari Abu Hurairah juga hadits berikut tentang anjuran untuk membaca surat
al-A’laa dan al-Ghasiyah jika hari ‘id bertemu dengan hari Jum’at pada shalat
‘ied dan shalat Jum’at.
Dari an-Nu’man bin Basyir, Nabi SAW bersabda, “Rasulullah
SAW biasa membaca dalam dua ‘id dan dalam shalat Jum’at “sabbihisma robbikal
a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An-Nu’man bin Basyir mengatakan
begitu pula ketika hari ‘id bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua
surat tersebut di masing-masing shalat.
(Shahih Muslim, II : 598)
Penulis: Agus Salim
Buletin Tanwir edisi 167, Th. VI. 11 Agustus 2017
No comments