SYARAT WAJIB DAN SYARAT SAH ZAKAT
Pengertian
kata “syarat” secara bahasa bermakna tanda, sedangkan secara istilah ialah
sesuatu yang harus (ada atau dilakukan) karena ketiadaannya akan menyebabkan
tidak adanya sesuatu. Namun, keberadaannya tidak mengharuskan ada dan tidak
adanya sesuatu (Lihat: Mudzakkirah fi Ushul al-Fiqh, 51). Seperti orang yang
beragama Islam tidak mengharuskan ada dan tidaknya kewajiban zakat, tetapi bila
tidak beragama Islam maka wajib zakat menjadi tidak ada. Syarat merupakan hal
yang harus ada atau dilakukan sebelum melakukan sesuatu (‘Ilmu Ushul al-Fiqh
Abdul Wahab Khalaf : 119).
Jadi,
pengertian dari syarat wajib zakat adalah syarat yang menjadikan seseorang
menanggung kewajiban untuk melaksanakan zakat. Sedangkan syarat sah zakat
adalah sesuatu yang harus dilakukan sebelum zakat agar zakatnya menjadi sah,
namun bukan termasuk bagian dari zakat.
Ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam masalah kewajiban zakat. Dua syarat
pertama berkaitan dengan muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan tiga
syarat terakhir berkaitan dengan harta yang dimilikinya.
1.
Islam
Tidak
boleh mengambil dan menerima zakat dari orang kafir, baik itu kafir ashliy
(turunan) ataupun kafir murtad (keluar dari Islam). Allah SWT berfirman, yang
artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima nafkah-nafkahnya
melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak
mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan
(harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” (QS. at-Taubah : 54).
Ketika
Nabi SAW mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, Beliau bersabda: “Ajaklah mereka
kepada syahadah (persaksian) tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah
dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mentaatinya, maka
beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari
semalam. Dan jika mereka telah mena'atinya, maka beritahukanlah bahwa Allah
telah mewajibkan atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang diambil
dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang faqir mereka.”
(Shahih al-Bukhari, No. 1395, II : 104; Shahih Muslim, No. 29, I : 50).
Hadits
ini mengemukakan kewajiban zakat, setelah mereka menerima dua kalimat syahadat
dan kewajiban shalat. Artinya, orang yang belum menerima Islam tidak
berkewajiban mengeluarkan zakat.
2.
Merdeka
Tidak
ada kewajiban zakat bagi seorang budak atau hamba sahaya –kecuali zakat
fitrah–, karena kepemilikannya tidak sempurna, termasuk hartanya adalah milik
tuannya. Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa menjual seorang budak yang mempunyai
harta, maka hartanya untuk yang menjualnya, kecuali jika sang pembeli membuat
persyaratan” (Lihat: Shahih al-Bukhari, No. 2379, III : 115).
3.
Harta yang dizakati adalah dimiliki secara sempurna (al-milku at-taamm)
Singkatnya,
bahwa harta tersebut merupakan milik sepenuhnya dari orang yang akan mengeluarkan
zakat. Karena Allah SWT mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan
kepada pemiliknya. Perhatikan ayat berikut ini: “Ambillah zakat dari sebagian
harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (QS.
at-Taubah : 103).
4.
Harta yang dizakati telah mencapai nishab
Nishab
adalah ukuran minimal jumlah yang dikenakan zakat. Ketentuan ini berdasarkan
hadits yang diterima dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri sbb: “Tidak wajib
dizakati bahan makanan pokok yang kurang dari lima wasaq, tidak pula pada
binatang ternak yang kurang dari lima ekor, dan emas perak yang kurang dari
lima uqiyah” (Lihat: Shahih al-Bukhari, No. 1405, II : 107; Shahih Muslim, No.
979, II : 674).
Ketentuan
tentang nishab dan haul berbeda-beda dilihat dari segi jenis harta zakatnya. In
sya Allah akan diperinci lebih lengkap dalam pembahasan jenis-jenis harta
zakat.
5.
Kepemilikan harta yang dizakati telah mencapai haul
Haul
artinya batas waktu wajib mengeluarkan zakat, yaitu sesudah setahun. Ketentuan
ini berdasarkan hadits yang diterima dari Ummul Mu’minin Aisyah, Ali bin Abu
Thalib, dan Abdullah bin Umar sbb: “Tidak ada kewajiban zakat pada harta
kecuali telah mencapai haul”. (Sunan Abu Daud, No. 1573, II : 100. Lihat juga:
Sunan at-Tirmidzi, No. 631, III : 16; dan Sunan Ibnu Majah, No. 1792, I : 571)
Adapun
syarat sah zakat terdiri dari dua macam:
1.
Niat
Niat
dibagi dua bagian, yaitu niat ma’mul lahu dan niat ‘amal. Niat ma’mul lahu
artinya pelaksanaan zakat tersebut semata-mata mengharap ridha Allah SWT.
Dan
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (QS.
al-Bayyinah : 5).
Sedangkan
niat ‘amal artinya menegaskan dan memisahkan niat ibadah zakat dengan niat
ibadah harta yang lain, karena ibadah harta tidak hanya zakat sehingga niat
untuk masing-masing ibadah harta tersebut berbeda pula.
2.
Mutaba’ah
Adapun
yang dimaksud mutaba’ah adalah mengikuti tuntunan Nabi SAW. Karena zakat
merupakan ibadah mahdhah, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan
pelaksanaan zakat mesti merujuk kepada apa yang sudah Nabi SAW ajarkan.
Oleh:
Agus Salim | NO. 146 THN. VI / 27 Januari 2017
No comments