FASTABIQUL KHAIRAT; MEMAKSIMALKAN KESEMPATAN DENGAN KEBAIKAN
Dalam menjalani kehidupan
sering kali kita lupa akan tugas utama keberadaan kita di muka bumi yaitu untuk
beribadah hanya kepada Allah SWT, kemudian amal ibadah tersebut akan menjadi
bekal kita kelak kembali ke akhirat. Karena sesungguhnya hidup didunia ini
hanyalah persinggahan sementara.
Hal tersebut tercermin
dalam sikap kita yang terlalu senang dengan materi keduniawian hingga
melalaikan bahkan gagal memahami fungsi materi keduniawian. Sikap inilah yang
sangat Rasulullah SAW khawatirkan kepada umatnya. Dalam sabdanya beliau
menjelaskan; Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hampir
saja para umat (yang kafir dan sesat) mengerumuni kalian dari berbagai penjuru,
sebagaimana mereka berkumpul menghadapi makanan dalam piring”. Kemudian seseorang
bertanya,”Katakanlah wahai Rasulullah, apakah kami pada saat itu sedikit?”
Rasulullah berkata,”Bahkan kalian pada saat itu banyak. Akan tetapi kalian
bagai sampah yang dibawa oleh air hujan. Allah akan menghilangkan rasa takut
pada hati musuh kalian dan akan menimpakan dalam hati kalian ’Wahn’. Kemudian
seseorang bertanya,”Apa itu ’wahn’?” Rasulullah berkata,”Cinta dunia dan takut
mati.” (HR. Abu Daud no. 4297 dan Ahmad 5: 278)
Itulah penyakit wahn, ciri
bahwa seseorang telah lalai dari tugas hidupnya, ciri mulai hilang komitmen
antara dirinya dengan Sang Penguasa jagad raya.
Oleh karena itu Rasulullah
SAW memberikan nasihat kepada sahabat Abdullah bin Umar.
Dari
Abdullah bin Umar r.a. ia berkata: “Rasulullah SAW memegang pundakku seraya
berkata, ‘Beradalah kamu di dunia ini seolah-olah kamu orang asing atau orang
yang bepergian.” Dan ibnu Umar pernah mengatakan, “Apabila kamu memasuki waktu
petang maka janganlah kamu menunggu waktu pagi. Dan apabla kamu masuki waktu
pagi maka janganlah kamu menunggu waktu sore. Tetapi ambillah kesempatan dari
sehatmu untuk sakitmu dan dari hidupmu untuk matimu.” HR. al-Bukhari, Bulughul Maram No. 1499
Tinggal di dunia itu
seperti orang yang bepergian, menunjukan bahwa kehidupan dunia itu sangat
singkat, karena orang yang sedang bepergian tentu saja akan kembali ke tempat
asalnya. Dalam kitab Jami’ul Ulum Wa Al-Hikam halaman 382, al-Hasan
menegaskan, “Malam dan siang senantiasa sangat cepat dalam mengarungi hidup
dan mendekatkan ajal (kematian).”
Kesempatan hidup yang Allah
anugrahkan haruslah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk
Allah dan Rasul-Nya sebagai bekal kepulangan nanti. itulah yang dikatakan oleh
Rasulullah SAW dalam sabdanya sebagai orang cerdas. Dari Ibnu ‘Umar, ia
berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai
Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling
baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali
bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang
paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang
paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259.)
“Apabila
kamu memasuki waktu petang, janganlah menunggu waktu pagi”. Menunjukan konsekuensi yang harus kita perhatikan
dalam menjalani kehidupan yang sangat singkat yaitu tidak menunda-nunda amal
kebaikan karena mungkin saja kematian akan lebih dekat dan tidak bisa ditangguhkan.
Dikatakan dalam kitab
Dalilu al-Falihin, “Apabila petang menyusulmu, maka bergegaslah dengan amal
shalih dan bertaubat dari kesalahan serta janganlah menunda-nunda sampai waktu
pagi mengakhirkan amal shalih itu padanya, karena barangkali ajal itu akan
habis sebelumnya (sebelum pagi).”
Dua kenikmatan dari
banyaknya kenikmatan yang Allah anugrahkan yang sering dilupakan oleh manusia,
yaitu kenikmatan sehat dan kenikmatan hidup. Ketika sakit tentu saja banyak
aktifitas amal yang akan terganggu. Oleh karena itu maksimalkan kesehatan
dengan amal shalih dan meningkatkan kualitas ibadah. Ketika kematian tiba maka
tidak ada lagi kesempatan bertaubat dan memperbaiki amalan, oleh karena itu
maksimalkan kesempatan hidup untuk mengumpulkan bekal amal shalih sebanyak-banyaknya.
Dalam sebuah hadits yang
diterima dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda; “Tidak ada
seorang pun yang meninggal melainkan ia akan menyesal.” Para sahabat bertanya,
“Apa penyesalan itu ya Rasul?” Beliau menjawab, “Jika ia orang yang berbuat
baik, ia akan menyesal tidak menambah (kebaikannya). Jika ia orang yang berbuat
kejelekan, maka ia akan menyesal berhenti (melakukan kebaikan).” Sunan
At-Tirmidzi. IV: 2411.
Bersegeralah dalam beramal
shalih. Bersegeralah dalam bertaubat, karena kita tidak pernah tahu kapan,
bagaimana, dan dimana ajal akan menjeput.
Oleh : Musthafa Kamal Fasya | ed. 124. th. V, 2 Sep 2016
No comments