Muhasabah Diri Ciri Mukmin Sejati
Manusia itu Tempat Salah dan Lupa
No body’s perfect. Teu aya jalmi nu
masagi. Tidak ada orang yang sempurna. Jargon ini saya kira disepakati oleh
semua. Bahkan jauh-jauh hari, Rasulullah sudah meyebutkan realitas ini.
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِيْ
الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتَكْرَهُوْا عَلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah
telah menyandingkan salah dan lupa kepada umatku dan segala hal yang ia benci.” (H.R. Ibnu ‘Adiy, Ibnu
Majah, Thabraniy).
Manusia itu ternyata “tong” salah dan
lupa. Jadi, wajar toh kalau ada manusia bersalah atau lupa? Hm, kita tidak usah
berapologis dengan hal fitrah ini. Saya yakin siapapun tidak mau berbuat salah.
Bahkan preman sekalipun sebenarnya hati sanubarinya tidak menyetujui perbuatan majeg,
ngerampok, atau mukulin orang, karena ia tahu bahwa
perbuatan itu dosa dan merugikan.
Dengan realitas bahwa manusia itu tempat
salah dan lupa, tetaplah kita buat proteksi agar salah dan lupa tidak selalu mengungjungi
kita. Namun, sekali saja terjerembab ke dalam salah dan lupa, segera bangun dan
kembali ke track hidup (tobat).
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ اَلْخَطَّائِينَ
اَلتَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam itu
mempunyai kesalahan dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah
orang-orang yang bertobat.”. (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Ada satu penekanan dalam hadits
tersebut, yaitu orang salah yang terbaik. Ada juga ternyata orang yang bersalah
tapi terbaik. Siapa dia? Tegasnya, orang yang kembali ke track hidup
yang benar alias orang-orang tobat dari segala dosa, kesalahan dan kelupaannya.
Jadi, jangan khawatir jika kita berulang
kali terjatuh pada kubangan dosa dan maksiat. Cukup dengan istighfar
lalu bertobat, maka kesalahan kita diampuni Allah.
Tapi, segitu gampang kah? Oh… ternyata
tidak. Meskipun tobat adalah idikator orang bersalah terbaik, rupanya kita
tidak dikenankan untuk “menikmati” kesalahan. Tenang ketika melakukan maksiat
merupakan ciri orang yang kurang beriman atau bahkan nihil iman. Paling tidak
nihil imannya saat maksiat itu dikerjakan. Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي
وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِيْنَ يَشْرَبُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ،
وَ لاَ يَسْرِقُ حِيْنَ يَسْرِقُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لاَ يَنْتَهِبُ نُهْبَةً
يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ أَبْصَارَهُمْ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ
“Seorang pezina tidak
akan berzina ketika ia sedang beriman. Seorang peminum khamr tidak akan meminum
khamr ketika ia sedang beriman. Seorang pencuri tidak akan mencuri ketika ia
sedang beriman. Dan, seorang perampok tidak akan merampok yang membuat orang
mengangkat penglihatan kepadanya (terbelalak) ketika ia sedang beriman.” (H.R. Bukhari)
Macam-macam Dosa
Dilihat dari segi tanggapan atau respon
Allah swt., dosa ada tiga macam, yaitu:
1. ذَنْبٌ مَغْفُوْرٌ (dosa yang
diampuni)
Dosa yang diampuni adalah dosa yang
ditobati oleh pelakunya. Tentunya dengan tobat yang benar (taubatan nashūha)
yaitu tobat yang dimulai dengan penyesalan, kemudian istighfar meminta
ampunan Allah swt., dan berazam untuk tidak mengulangi dosa yang telah
dilakukannya.
Allah swt. akan mengampuni dosa orang
yang beristighfar dan bertobat dengan sebenarnya tobat sebesar apapun dosa dan
kesalahan yang dilakukan. Ini bisa kita yakinkan dari firman Allah berikut:
وَمَن يَعْمَلْ سُوءاً أَوْ يَظْلِمْ
نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللهَ يَجِدِ اللهَ غَفُوراً رَّحِيماً
“Dan siapa saja yang
berbuat keburukan atau menzalimi dirinya (berdosa), kemudian ia meminta ampunan
(istighfar) kepada Allah, maka ia akan mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Q.S. An-Nisa [4]: 110).
2. ذَنْبٌ غَيْرُ مَغْفُوْرٍ (dosa yang
tidak diampuni)
Ada pula bentuk dosa yang tidak diampuni
oleh Allah swt.. Dosa ini adalah segala bentuk dosa yang tidak ditobati oleh
pelakunya. Dosa sekecil apapun, jika tidak ditobati tetap saja akan mendapat
balasan setimpal. Namun, dosa besar semacam syirik kepada Allah, jika pelakunya
bertobat, insya Allah segala dosanya akan diampuni Allah swt..
3. ذَنْبٌ مَتْرُوْكٌ (dosa yang
ditunda ampunannya)
Selain dua macam dosa sebagaimana
disebut, ada satu bentuk dosa yang ampuanannya di-pending oleh Allah
swt.. Dosa semacam ini adalah dosa kepada
sesama manusia. Sebelum kita melakukan ishlah dengan orang yang
dizalimi, maka Allah belum mengampuni. Allah akan mengampuni jika yang dizalimi
memberi maaf.
Lalu, bagaimana jika kita telah meminta
maaf, tapi tidak gayung bersambut alias yang dizalimi tidak memberi maaf? Tugas
kita hanyalah meminta maaf dengan sebenarnya bukan
kamuflase (bohong belaka). Adapun urusan orang memberi maaf atau tidak itu urusannya sudah menjadi urusan dia dengan Allah.
Insya Allah, dengan inisiatif diri meminta maaf dengan segala bentuk
konsekuensinya, maka Allah sudah memberikan maaf-Nya untuk kita. Maaf Allah
lebih utama daripada maaf manusia.
Jatuh pada Lubang yang
Sama
Ketika kita berjalan di sebuah jalan,
lalu kita terjatuh pada suatu lubang, maka saat itu kita kurang berhati-hati.
Keesokan hari, kita berjalan lagi di jalan itu, lalu kita jatuh lagi pada
lubang yang sama, maka kita adalah orang yang tidak berhati-hati. Keesokan harinya
lagi, kita berjalan di jalan itu, lalu kita jatuh lagi, maka kita adalah orang
yang tidak mau berhati-hati. Sudah tahu di jalan itu ada lubang, ternyata masih
jatuh pada lubang yang itu-itu juga.
Ini ilustrasi tentang orang bersalah
pada kesalahan yang itu-itu juga. Salah, tobat. Salah, tobat lagi. Salah, tobat
lagi. Demikian gambarannya. Yang disesalkan adalah kesalahannya adalah
kesalahan yang kemarin dilakukan. Apakah disebut orang salah yang terbaik orang
yang seperti ini sebagaimana yang Rasulullah jelaskan? Hm, mudah-mudahan Allah
menerima tobat orang seperti ini. Asal, di hatinya tidak ada kesengajaan
berbuat kesalahan yang sama.
Nah, sekarang tidak usah kita
repot-repot membahas orang seperti ini. Yang paling penting adalah mari kita
pelajari apa itu tobat dan bagaimana tobat yang benar? Lalu, mari kita
aplikasikan.
Tobat yang Benar
Tobat merupakan kata serapan dari Bahasa
Arab yang berasal dari kata tāba – yatūbu – tauban wa taubatan, artinya
kembali. Menurut Imam Ali ibnu Muhammad al-Jurjaniy, dalam kitabnya
At-Ta’rifat, menyebutkan bahwa tobat adalah:
اَلرُّجُوْعُ إِلَى اللهِ بِحَلِّ عُقْدَةِ الإِصْرَارِ
عَنِ الْقَلْبِ ثُمَّ الْقِيَامُ بِكُلِّ حُقُوْقِ الرَّبِّ
“Kembali kepada Allah dengan
melepaskan ikatan dosa-dosa dari hati kemudian memenuhi segala hak Allah.”
Sedangkan menurut Ibnu Abbas, tobat yang
benar (taubatan nashūha) adalah:
اَلنَّدَمُ بِالْقَلْبِ، وَالْإِسْتِغْفَارُ
بِاللِّسَانِ، وَالْإِقْلاَعُ بِالْبَدَنِ، وَالْإِضْمَارُ عَلَى أَنْ لاَ يَعُوْدُ
“Menyesal dengan hati,
meminta ampun dengan lisan, membuktikan dengan badan (amal), dan mengazamkan
untuk tidak mengulanginya lagi.” (al-Jurjani, al-Aqsha:
68).
Dari definisi tersebut, jelas bahwa
tobat yang benar itu adalah yang tidak jatuh pada kesalahan terus menerus
secara sengaja apalagi pada kesalahan yang sama. Sekali terjatuh, segera tobat
dan berazam tidak mengulanginya. Demikian seterusnya.
Yang tidak kalah penting, Rasulullah
menasehatkan kepada umatnya yang direpresentasikan kepada Mu'adz bin Jabal
dengan sabdanya:
اِتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعْ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ الناس بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kamu
kepada Allah, ikuti kesalahan dengan kebaikan niscaya (kebaikan
itu) akan menghapusnya, dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak
yangbaik!” (H.R. Tirmidzi).
Perhatikan kalimat yang digaris bawah
dan ditebalkan! Itu dia kunci dari tobat selain tidak mengulangi kesalahan
untuk yang kedua kali. Menebus kesalahan dengan giat berbuat baik. Dengan
begitu, kesalahan pun akan segera Allah hapuskan. Layaknya coretan pulpen di
kertas, lalu jika ada yang salah tulis, kita gunakan tipe-x
untuk menghapusnya kemudian menulis huruf, kata atau kalimat yang benar di atas
tipe-x tersebut. Maka, hasilnya kertas tetap bersih dan tulisan pun
sesuai keinginan.
Muhasabah Diri
Setelah kita membahas tentang fitrah
manusia yang tidak pernah luput dari salah dan lupa, macam-macam dosa dan tobat
yang benar, mari kita bermuhasabah terhadap diri kita masing-masing.
S Apakah kita sudah
bersih dari dosa?
S Jika kita pernah atau
masih banyak dosa, dosa manakah yang kita lakukan?
S Apakah dosa kita sudah ditobati?
S Apakah kita sudah
menebus dosa kita dengan giat melakukan kebaikan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut layak
ditanyakan kepada diri kita masing-masing. Kita tidak usah dan memang tidak
pantas mempertanyakan hal tersebut kepada orang lain. Baiknya dijawab oleh diri
sendiri saja. Sibuk dengan dosa dan kesalahan orang lain bukan membuat kita
menjadi mawas diri. Justru kita akan semakin lupa dengan diri kita.
Jika jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
tersebut positif, alhamdulillah semoga kita termasuk orang yang bersih
dari dosa. Jika jawabannya negatif, mari kita bersihkan dosa-dosa dalam diri
kemudian melakukan “reboisasi” agar hati bersih kembali.
Penutup
Akhirnya, hanya kepada Allah lah kita
memohon bimbingan agar tidak terjerumus pada kesalahan berulang kali. Dan,
ketika kesalahan itu dilakukan, mari segera bertobat, istighfar, dan menebusnya
dengan giat melakukan kebaikan-kebaikan. Selain itu, mari lakukan perubahan
sikap. Tidak usah sibuk dengan aib orang lain, tapi sibuklah mengurus aib diri
kita sendiri.
Rasulullah saw. bersabda:
طُوبى لمنْ شَغَلَهُ عَيبُهُ عَنْ
عُيُوبِ النّاسِ
“Berbahagialah orang
yang sibuk dengan aib diri sendiri daripada mengurusi aib orang-orang” (H.R. Ahmad, Ibnu
Hibban, Thabrani, Hakim).
Oleh: Yusuf Awaludin | Buletin Tanwir 2012
No comments