Hasil Kajian DDII tentang Sanksi Pendukung Penista Agama
Masjid-masjid
di DKI Jakarta mulai memasang spanduk berisikan seruan untuk tidak menyolatkan
kaum muslim yang mendukung penista agama. Pro kontra berdatangan. Media arus
utama membingkai isu ini sedemikian rupa dengan tujuan menyudutkan umat Islam.
Terkait
dengan itu, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) melakukan kajian
komprehensif atas hal tersebut. Dan hasil telaah organisasi yang berdiri pada
masa Orde Baru itu dan kerap mendapat perlakuan tak adil dari pemerintah saat
itu mensosialisasikan isinya sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim
HASIL
TELAAH PUSAT KAJIAN DEWAN DA'WAH ISLAMIYAH INDONESIA Nomor:
06/B-MAFATIHA/II/1438/2017
TENTANG
SANKSI
AGAMA BAGI PENDUKUNG
PENISTA
AGAMA DAN PEMILIH PASANGAN CALON PEMIMPIN NON MUSLIM
Menimbang:
(a).
Pentingnya sanksi hukum sebagai pembelajaran sosial, tujuan kemaslahatan umum,
memenuhi rasa keadilan, tanggungjawab pelaku perbuatan, menumbuhkan efek jera
dan perwujudan ketaatan terhadap syariat;
(b).
Bahwa kemunafikan adalah jalan terburuk kehidupan, perusak iman, merontokkan
tatanan ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan). Munafik adalah adik kandung kekufuran dan
kemusyrikan, musuh bersama semua agama;
(c)
Pentingnya kesatuan dan penyatuan shaf (tauhidus shufuf) kaum muslimin dalam
bingkai perjuangan Islam dan Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
bawah naungan baldah thayyibah wa rabbun ghafur;
(d)
Bahwa pemilihan pasangan pemimpin dalam semua tingkatan adalah bagian dari
jihad politik, di mana hak pilih dan hak suara semestinya disalurkan pada calon
terbaik menurut timbangan al-Quran dan as-Sunnah;
(e)
Gencarnya upaya sistemik golongan lain melancarkan politik pecah-belah untuk
melemahkan kekuatan ummat Islam dengan menghalalkan segala cara.
Mengingat:
(a)
Firman Allah سبحانه وتعالى: surah Ali Imran:152 tentang sumber
kekalahan kaum muslimin. Surah Hud: 15-16: tentang akibat buruk orang yang
memilih kepentingan duniawi sebagai orientasi perjuangannya. Surah
at-Taubah:113-114: tentang larangan bagi Nabi saw dan kaum mu'minin memintakan
ampun kepada Allah terhadap orang musyrik. Surah at-Taubah: 80, 84: tentang
ditolaknya pertobatan orang munafik dan larangan al-Quran menyolati dan
mendoakan jenazah orang munafik.
(b)
Hadits Nabi صلى الله عليه وسلم :
1.
Hadits Abdurrahman bin Jubeir bin Nufeir (ra) yang bertanya pada Ayahnya,
“kaifa antum idzā kharaja fiyhā dā'iyāni, bagaimana sikapmu jika sudah tampil
da'i standar ganda (1) Dā'in ilā kitābillāh, dan (2) wa dā'in ilā sulthānillāh.
Pertanyaannya; “ilā ayyumā tujībūn”, da'i mana yang perlu kami dengar. Ayahnya:
“ilā kitābillāh qāla idzan tuhlikuw.” da'i yang mengajak pada kitabullah, jika
tidak pasti kalian celaka (Imam Ibnu Abi Hatim, 'Ilalu al-Hadits, Juz 2:424);
2.
Hadits Muhajir Ummu Qais (orang yang hijrah karena mengejar wanita). Hadits
Qatilul-Himar, yaitu sahabat ikut jihad
perang karena mengejar ghanimah, ia diseruduk keledai. Hadits Tsalatsatu
Dananir, orang yang ikut perang dengan mengajukan bagiannya sebelum berangkat;
3.
Hadits Abu Hurairah (ra) :
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: تعس عبد الدينار وعبد الدرهم وعبد
الخميصة إن أعطى رضى وإن لم يعط سخط تعس وانتكس وإذا شيك فلا انتقش (البخارى، وابن ماجه عن أبى هريرة)
“Celakalah
hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian. Jika diberi ia senang, jika tidak
diberi ia marah. Celakalah ia dan tersungkurlah ia. Apabila tertusuk duri
semoga tidak bisa mencabutnya." Shahih Bukhari (2730, 4135);
4.
Hadits Anas bin Malik (ra): “setiap ada jenazah yang mau disholatkan, Nabi saw
selalu bertanya: “hal ‘alaa shahibikum daynun, apakah Sahabat kalian ini
tersangkut hutang-piutang.”
•
Sahabat lain berkata: “huwa ‘alayya, hutangnya aku yang bayar.” Jika tidak,
Nabi bersabda: “shalluw ‘alaa shahibikum”, sholati sahabat kalian itu.
•
HR Thabarani, al-Ausath, hadits hasan;
Mafhum
mukhalafahnya: orang yang tidak bayar hutang saja, tidak disholatkan; apalagi
yang tingkat kesalahannya berada di atasnya.
(c)
Asbab Nuzul surah at-Taubah:84
•
Ba‘da Tabuk; Syawal 9 H. Abdullah bin Ubay bin Salul, 1 dari 11 tokoh inisiator
masjid Dhirar, wafat (Qs.9:107).
Puteranya, Abdullah –tutur Nafi‘ dari jalur Ibnu Umar (ra)-menemui Nabi
saw (1) minta baju Nabi buat kain kafan
Ayahnya, dikasi..fa’a‘thaahu.. tsumma sa’alahu an yushalliya ‘alayh, (2) Minta
disholatkan langsung oleh Nabi saw. Lalu Umar (ra) berdiri, menarik baju Nabi,
“an yushalliya ‘alayh; engkau mau menyolatinya wahai Rasulullah. Nabi pun
menyolatkannya. Namun, ketika dibibir kuburan, saat Nabi saw hendak
mendoakannya, turun malaikat Jibril dengan at-Taubah:84.” As-Shahihah Syeikh
Albani, Juz 3:123;
(d)
Sirah Sahabat radhiyallahu'anhum:
•
Umar bin Khatthab dan Hudzaifah Ibnul
Yaman (ra), tidak mau menyolati mayat munafik. Zaid bin Wahab meriwayatkan:
“seorang dari kaum munafik, meninggal dunia. Hudzaifah Ibnul Yaman (ra) tidak
ikut terlihat menyolati jenazah. Umar (ra) bertanya: “lima la tushalli”, Amanil
qaumu huwa? Jawab Hudzaifah: “na‘am.” Umar: “Billaahi minhum anaa?”, demi
Allah, termasukkah aku dari mereka.
Hudzaifah: “laa, wa lan akhbar bihi ba‘daka.” Setelah ini, aku tidak
akan bocorkan daftar mereka.”
•
Kitab as-Sunnah, Abu Bakar bin al-Khalal (Juz 4:111);
(e)
Fatwa Ahlul-'Ilmi:
1.
Fatwa Abu Ishaq as-Syirazi rahimahullah, Kitab al-Muhadzzab (Juz 1:250) tentang
larangan menyolati jenazah munafik nyata.
2.
Fatwa Penyusun Mausu'ah Fiqhiyah Kuwaitiyah (Juz 21:41): "Nabi saw tidak
menyolati jenazah munafik setelah turunnya surah at-Taubah: 84, dan tidak
mendoakannya di kuburan. Mayat Munafik tidak boleh disholatkan oleh jamaah yang
mengetahui bahwa orang itu benar-benar munafik sewaktu hidupnya. Bagi jamaah
yang tidak mengetahuinya, boleh menyolatkan jenazah orang itu, seperti
dilakukan oleh Hudzaifah Ibnul Yaman dan Umar bin Khatthab rafhiyallahu
'anhuma.3. Fatwa Syekh Bin Baz rahimahullah, Grand Mufti Saudi Arabia di
zamannya:
•
SOAL: “jika mayat itu sudah dikenal sebagai munafik, apakah perlu
disholat-jenazahkan?
•
JAWAB:
•
“Jika kemunafikannya sudah terang benderang, laa yushalli ‘alayh; maka ia tidak
disholatkan. Berdasarkan firman Allah, at-Taubah:84.
•
Jika tanda kemunafikannya, samar. Ia tetap disholatkan. (www.binbaz.org.sa).
Memutuskan
Menetapkan:
(1)
Orang yang dengan sadar memilih pasangan calon Pemimpin dari agama selain Islam
dalam suatu pemilihan di semua tingkatan pemilu, termasuk munafik nyata (nifaq 'amali/nifaq jahran);
(2)
Jenazah munafik nyata tidak boleh disholatkan oleh jamaah yang mengetahui
kemunafikannya. Bagi orang yang tidak mengetahuinya, boleh menyolatkan;
(3).
Larangan menyolatkan jenazah munafik nyata tersebut berlaku bagi semua kaum
muslimin, khususnya imam sholat, tokoh dan orang-orang shalih. Adapun mayatnya
hanya diurus oleh keluarga yang ditinggal dan kalangan terbatas dari sanak
keluarganya;
(4)
Sebagai upaya pembelajaran dan efek jera, kami mendorong gerakan masjid-masjid
di tanah-air untuk tidak menyolatkan jenazah para pendukung penista agama
secara khusus dan para pemilih pasangan calon pemimpin non-muslim secara umum;
(5)
Menyerukan kepada segenap kaum muslimin/mat untuk tidak memperdulikan seruan,
pendapat dan pemikiran yang nyeleneh dari pihak-pihak tertentu yang
bertentangan secara diametral dengan al-Quran-Sunnah.
Asrama
Haji Pondok Gede Jakarta
25
Februari 2017, Haflah 1/2 abad Dewan Da'wah
Dr.
Ahmad Zain An-Najah, MA.
Ketua
Drs.
H. Syamsul Bahri Ismaiel, MH.
Sekretaris
source: wajada
No comments