ULAMA, ORANG YANG BERNIAGA DENGAN ALLAH
Baru-baru ini, masyarakat digalaukan dengan penetapan status
tersangka kepada Habib Rizieq Shihab. Menyusul kemudian, penghinaan oleh
Gubernur DKI non aktif, Basuki Tjahaja Purnama, beserta pengacaranya,
kepada KH Ma’ruf Amin, kala beliau dihadirkan sebagai saksi kasus
penistaan Surat Al-Maidah ayat 51.
Berangkat dari peristiwa tersebut, mari kita sejenak menjernihkan
akal. Jika ulama disebut sebagai pengemban dakwah, maka ingatlah bahwa
mereka adalah termasuk golongan orang-orang yang sedang berniaga dengan
Allah. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau
terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam
Taurat, Injil dan al Quran. Dan siapakah yang lebih
menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan
jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (TQS At-Taubah [9]: 111). Pun firman Allah Swt dalam QS Al-Hujurat [49] ayat 13: “…Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.” Ditambah lagi firman Allah Swt dalam QS Al-Mujadilah [58] ayat 11: “…niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”
Ulama adalah kaum yang berilmu, kaum yang terpelajar. Kita kenal
profil shahabat Rasulullah saw yang bergelar ulama, diantaranya Ali bin
Abi Thalib ra dan Mu’adz bin Jabal ra. Keduanya adalah pemuda Islam,
yang pada kemudaan usianya mereka merupakan ulama besar bagi kaum
muslimin sepanjang masa. Bahkan tanpa segan, Rasulullah saw pernah
menggelari Ali ra dengan “orang yang paling paham tentang hukum syariat Islam”, dan Mu’adz ra dengan “orang yang paling paham tentang halal dan haram”.
Tak sekedar sebagai ulama, sejarah mencatat bahwa Rasul juga pernah
mengangkat mereka berdua sebagai qadhi (hakim peradilan). Meski Rasul
ma’shum, namun pengakuan beliau terhadap kemampuan kedua shahabat ini
bukanlah kamuflase. Sekaligus membuktikan bahwa mereka berdua adalah
ulama mumpuni.
Di era kekinian, tepatnya di akhir zaman yang dikabarkan oleh Rasul saw sebagai zaman mulkan jabriyatan
(masa penguasa diktator/pemaksa), yang insya Allah adalah masa saat
ini, ulama tengah dihina dengan begitu mudahnya oleh lisan-lisan hina
para musuh Islam. Kita tahu, lagi-lagi penista al-Quran berulah. Kasus
QS Al-Maidah ayat 51 belum lagi usai, bertubi pula lisannya menghujat
dan mengkriminalisasi para ulama. Ini bukti yang makin membuka mata
kepala sekaligus mata hati umat Islam, bahwa kebencian kaum kafir
terhadap Islam sungguh nyata. Firman Allah Swt: “…Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka
adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu
ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya…” (TQS Ali Imran [3]: 118).
Masya Allah. Begitu banyak perintah Allah Swt dalam al-Quran untuk
memuliakan ulama. Mereka adalah kaum yang paling takut kepada Allah.
Mereka adalah pewaris para nabi. Mereka adalah penyambung kebenaran dari
masa ke masa. Mereka adalah pengalir aktivitas dakwah. Dimana, dakwah
itu bagai darah bagi Islam. Tanpa dakwah, mustahil Islam tersebar.
Jadi, perbuatan menyia-nyiakan ulama, apalagi menghina mereka,
termasuk perbuatan hina. Dengan menghina ulama, sama saja menghina
aktivitas mereka yang tengah berniaga dengan Allah. Perniagaan mereka
dengan Allah bukan bermakna menjual ayat Allah. Perniagaan itu adalah
muara keuntungan. Perniagaan dengan Allah adalah perniagaan yang
mustahil rugi. Perniagaan mereka adalah aktivitas mereka yang menuntut
ilmu kemudian menyebarkannya. Perniagaan mereka adalah dakwah, ‘amar
ma’ruf nahyi mungkar. Di sinilah sesungguhnya letak kesuksesan terbesar
bagi seorang muslim. Standarsukses seorang muslim adalah aktivitas
dakwah itu sendiri. Firman Allah Swt: “Demi masa.Sesungguhnya
manusia itu benar-benar dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (TQS Al-‘Ashr [103]: 1-3).
Karena itu, hormatilah ulama. Perajin diri untuk hadir dalam
majelis-majelis ilmu. Di dalam majelis ilmu itulah terdapat taman surga.
Suatu ketika Rasulullah saw pernah ditanya, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Halqoh (majelis) dzikir.” (HR at-Tirmidzi). Wallaahu a’lam bish showab []. Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si (Anggota Muslimah HTI)
Sumber: hizbut-tahrir.or.id
No comments