Adnin Armas: "Saya Tak Paham Salah Saya Apa"
Mata laki-laki itu terlihat lelah meski kata-katanya
masih menyimpan semangat. “Saya tak paham salah saya apa,” jelas laki-laki itu
saat ditemui wartawan di suatu tempat di Jakarta Selatan, Selasa (14/2) malam,
ketika jarum jam sudah menunjuk angka 10.
Laki-laki itu adalah Adnin Armas, peneliti pada Institute
for Study of Islamic Thought and Civilization (INSIST), pemimpin redaksi
Majalah Gontor, sekaligus ketua Yayasan Keadilan Untuk Semua. Rabu ini, ketika
masyarakat DKI Jakarta merayakan pesta demokrasi dan seluruh aktivitas
diliburkan, ia malah dipanggil kepolisian atas kasus dugaan penyelewengan dana
yayasan yang ia pimpin.
“Besok (hari ini, Rabu, 15/2) mungkin saya akan jadi
tersangka dan ditangkap,” jelas alumnus International Islamic University Malaysia
dan tenaga pengajar ISID Gontor ini.
Sebagaimana diberitakan media massa sebelumnya, pihak
kepolisian telah menetapkan Islahuddin Akbar, salah seorang pegawai bank
swasta, atas tuduhan melanggar UU Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan dan UU
Nomor 8 tahun 2010 tentang pemberantasan tindak pencucian uang.
Islahuddin, selaku orang yang dipercaya oleh Bachtiar
Nasir (Ketua GNPF), dianggaap bersalah karena telah mencairkan dana Yayasan
Keadilan Untuk Semua setelah mendapat kuasa dari Adnin selaku ketua yayasan.
Yayasan itu sendiri, kata Adnin, bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan
seperti membantu para pengungsi akibat konflik dan bencana alam.
Adnin mengakui, menjelang aksi 4 November (411) dan 2
Desember (212) lalu, pihak GNPF telah meminta tolong kepadanya untuk
meminjamkan rekening yayasan yang ia pimpin guna menampung dana dari masyarakat
yang akan membantu pelaksanaan aksi bela Islam tersebut. GNPF, sebagai kelompok
ad hoc yang dibentuk secara spontan, tak mungkin memiliki rekening bank sendiri.
“Saya tak mungkin tak mendukung aksi ini. Semua
masyarakat berlomba-lomba ingin mendukung aksi bela Quran dan bela ulama. Saya
juga ingin membantu,” katanya.
Saat pencairan dana inilah, Adnin ikut dipersalahkan.
Tindakannya memberikan kuasa kepada Islahudin dianggap salah oleh pihak
Kepolisian. Padahal, kata Adnin, justru ia tak mungkin menahan-nahan uang umat
di dalam rekening yayasannya.
“Kalau saya menahan-nahan dana itu, saya bersalah. Tapi
kalau saya memberikan akses kepada GNPF atas dana umat itu, kenapa justru saya
disalahkan?” tanya Adnin lagi.
Sebelumnya, Al Katiri SH, pengacara pendamping Adnin
Armas, menyebutkan bahwa tindakan peminjaman rekening yayasan ini bukan
kehendak Ust Bachtiar Nasir selaku ketua GNPF secara personal. Ini sudah hasil
musyawarah GNPF, kata Ketua Umum Aliansi Advokat Muslim NKRI yang tergabung
dalam tim pengacara GNPF ini.
Lagi pula, kata Al Katiri lagi, sampai saat ini tak ada
penyumbang yang mengaku keberatan atas transaksi ini. Pihak yayasan juga tak
ada yang dirugikan. “Lalu di mana letak salahnya?”
No comments